ANETRY.NET – Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran. Hal itu ditujukan agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya.
Pengembangan potensi
peserta didik itu, diarahkan untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UndangUndang Nomor 20
Tahun 2003). Dengan adanya Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistim
Pendidikan Nasional, sebagai upaya untuk meningkatkan mutu kinerja sistem pendidikan
yang dianggap belum sesuai dengan harapan nasional, bahkan cenderung menurun,
apalagi memenuhi standar internasional.
Salah satu indikator
rendahnya mutu pendidikan nasional, dapat dilihat dari prestasi akademik, serta
proses pembelajaran masih terlalu menekankan aspek akademik atau intelektualnya
saja, dan kualitas guru yang masih rendah. Sementara itu aspek-aspek nonakademis,
seperti nilai-nilai moral, nilai sosial emosional, belum diberdayakan secara
optimal, dan hasilnya juga masih jauh dari harapan.
Penananaman
nilai-nilai moral maupun emosional, hanya diberikan melalui pelajaran tertentu
saja seperti PPKn dan Agama. Fenomena ini tentunya berkorelasi dengan
meningkatnya kasus-kasus kekerasan yang terjadi dalam lembaga pendidikan di
Indonesia.
Anak merupakan aset
masa depan bangsa, dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak
berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang berpartisipasi serta
berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil
dan kebebasan. Kekerasan bullying
yang terjadi di sekolah, akan menimbulkan
perasaan dendam, benci, dan takut, serta tidak percaya diri. Anak didik
akan membenci dan takut terhadap gurunya, adik kelas akan benci dan dendam
kepada kakak kelasnya.Timbulnya persaingan dan perselisihan antara anak didik.
Menurut sosiologi hukum,
yang mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dan masyarakat, kekerasan
dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang tidak menyenangkan atau merugikan
orang lain, baik secara fisik maupun psikis. Kekerasan tidak hanya berbentuk
eksploitasi fisik, tetapi juga kekerasan psikis yang perlu diwaspadai. Hal itu
karena akan menimbulkan dampak trauma bagi korban. Tindak kekerasan dalam
pendidikan sering dikenal dengan istilah bullying.
Ada banyak definisi
mengenai bullying, terutama yang
terjadi dalam konteks lain (tempat kerja, masyarakat, komunitas virtual).
Istilah bullying diilhami dari kata Bull (bahasa Inggris) yang berarti
“banteng” yang suka menanduk. Bullying
adalah sebuah situasi di mana terjadinya penyalahgunaan kekuatan/kekuasaan yang
dilakukan oleh seseorang/kelompok.
Bullying menurut Ken Rigby, adalah sebuah hasrat untuk menyakiti. Hasrat ini
diperlihatkan ke dalam aksi, menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini
dilakukan secara langsung oleh seseorang atau kelompok yang lebih kuat, tidak
bertanggung jawab, biasanya berulang, dan dilakukan dengan perasaan senang.
Dalam konteks
pendidikan disebut secara khusus sebagai school
bullying. Riauskina, Djuwita, dan Soesetio mendefinisikan school bullying sebagai perilaku agresif
yang dilakukan berulang-ulang oleh seorang/sekelompok siswa yang memiliki
kekuasaan, terhadap siswa/siswi lain yang lebih lemah, dengan tujuan menyakiti
orang tersebut.
Perilaku bullying yakni merupakan suatu tindakan
kekerasan yang dilakukan oleh pihak secara berulang dan sifatnya menyerang
karena pihak pelaku penyerangan bullying
yang merasa lebih dan hebat dari pihak korban, yang dilakukan dari segi
serangan emosional, verbal, atau fisik. Dapat diuraikan, pihak yang terlibat
dalam tindakan bullying adalah yang
pertama ada Bullies/pelaku, yaitu
seseorang yang secara fisik, verbal dan mental mampu untuk melukai seseorang
dan memiliki kecenderungan mendominasi dari korban bullying.
Yang kedua ada victims/korban yaitu orang yang dibully oleh Bullies. Dari sisi korban ini, lebih sering terlihat sendiri,
memiliki kepercayaan diri yang rendah. Akan tetapi bukan itu saja, korban lebih
sering dibully karena merupakan anak
yang berbeda bisa dari segi agama, ras, warna kulit, fisik, ekonomi keluarga,
dan sebagainya. Dan itu lebih dijadikan sasaran utama untuk seseorang tersebut
dibully.
Lalu yang ketiga ada bystander/orang yang menyaksikan tindakan
bullying, yaitu orang yang melihat aksi tindakan bullying secara langsung. Ada beberapa jenis orang yang menyaksikan
tindakan bullying ini, yaitu orang yang menyaksikan bullying dan kemudian membantu korban agar tidak dibully. Ada pula orang yang menyaksikan bullying namun ikut membantu pelaku
untuk membully korban, dan ada pula orang
yang menyaksikan bullying tidak
membantu korban tapi ikut membully
serta jika ia sebagai saksi ia tidak bisa menjawab dan pura-pura tidak tahu
Ada 3 jenis bullying. Pertama, bullying secara verbal. Bullying
secara verbal ini yang palingsering digunakan untuk membully baik bagi anak perempuan atau anak laki-laki atau baik bagi
orang yang belum cukup umur hingga orang dewasa.
Contoh dari bullying ini adalah mengejek, menghina,
memaki, mengritik kejam, baik bersifat pribadi maupun rasial. Ada pula
pernyataan-pernyataan bernuansa ajakan seksual, teror, surat-surat yang
mengintimidasi, tuduhan-tuduhan yang tidak benar.
Kemudian yang kedua
ada bullying secara fisik. Bullying secara fisik ini dilakukan menggunakan
kekerasan kepada tubuh atau diri si korban. Contoh dari bullying ini adalah memukul, menampar, menendang, mencekik,
mencakar dan sebagainya. Hingga dapat merusak atau menghancurkan barang- barang
milik korban. Jenis bullying fisik
ini, akan lebih mudah untuk diidentifikasi yang di mana berdampak tindakan kriminal.
Lalu yang terakhir bullying secara relasional atau
pengabaian. Pada kasus ini, korban diasingkan, menolak berteman, mengucilkan,
mendiskriminasi dan lain sebagainya. Secara relasional ini pelemahan harga diri
si korban, mencapai puncak kekuatannya di awal masa remaja, saat terjadi
perubahaan fisik, mental, emosional dan seksual. Dan hal ini yang dapat membuat
korban menjadi semakin mengasingkan diri.
Bullying merupakan masalah yang kompleks dan permasalahan. Bullying bukanlah hal yang mudah. Sehingga untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut harus dimulai dari akar masalah yaitu dengan mencari
faktor penyebab terjadinya bullying
di kalangan pelajar. Karena penyelesaian kasus bullying tanpa menyelesaikan dari akar masalah tidak akan efektif.
Jika berhasil hal tersebut tidak akan berlangsung lama, sehingga dipastikan
akan muncul lagi perilaku bullying.
Faktor eksternal yang
mempengaruhi anak sebagai pelaku bullying
yaitu faktor lingkungan keluarga, faktor pribadi atau diri anak, faktor
lingkungan sekolah, dan faktor lingkungan pergaulan anak. Faktor keluarga
memiliki pengaruh yang besar terhadap perilaku anak. Anak-anak yang tumbuh
dalam keluarga yang agresif dan berlaku kasar akan meniru kebiasaan tersebut
dalam kesehariannya.
Kekerasan fisik dan
verbal yang dilakukan orangtua kepada anak akan menjadi contoh perilaku. Anak
sebagai pelaku bullying biasanya lahir dari keluarga yang bermasalah. Seperti
keluarga broken home, pola asuh orang
tua yang menghukum anak secara berlebihan dan otoriter, lingkungan emosional
yang terjalin antara orang tua dan anak bersifat kaku dengan tidak adanya
keharmonisan.
Selain itu kurangnya
perhatian dan kasih sayang yang hangat dalam keluarga, sehingga anak berupaya
untuk mencari perhatian di luar lingkungan keluarga dengan cara melakukan
tindakan negatif seperti kekerasan termasuk upaya bullying.
Salah satu faktor
terbesar penyebab anak melakukan bullying adalah tempramen. Tempramen adalah
karakterisktik atau kebiasaan yang terbentuk dari respon emosional. Hal ini
mengarah pada perkembangan tingkah laku personalitas dan sosial anak.
Seseorang yang aktif
dan impulsif lebih mungkin untuk berlaku bullying dibandingkan orang yang pasif
atau pemalu. Beberapa anak pelaku bullying sebagai jalan untuk mendapatkan
popularitas, perhatian, atau memperoleh barang-barang yang diinginkannya.
Biasanya mereka takut
jika tindakan bullying menimpa diri mereka sehingga mereka mendahului berlaku
bullying pada orang lain untuk membentuk citra sebagai pemberani. Meskipun
beberapa pelaku bullying merasa tidak suka dengan perbuatan mereka, mereka
tidak sungguh- sungguh menyadari akibat perbuatan mereka terhadap orang lain.
Sekolah sebagai
lingkungan yang relatif mendominasi waktu anak memiliki pengaruh yang sangat
besar terhadap pola pikir dan tindakan anak. Beberapa faktor yang menyebabkan
anak melakukan bullying di sekolah karena kurangnya kontrol dan sifat permessif
lingkungan sekolah sehingga perilaku kekerasan atau bullying hanya dianggap sebagai bagian dari bermain anak-anak.
Salah satu alasan bullying semakin marak terjadi di
sekolah karena korban takut untuk mengatakan atau menceritakan pengalaman
kekerasan yang dialaminya kepada pihak yang memiliki kewenangan di sekolah
seperti guru atau kepala sekolah.
Faktor bullying semakin meluas karena pihak
pelaku mempunyai persepsi bahwa perilaku bullying yang dilakukannya adalah hal
yang wajar karena: 1) Perilaku bullying
dianggap tradisi yang biasa dilakukan oleh senior kepada junior atau teman
sebaya. 2) Pelaku
menganggap bullying sebagai aksi balas dendam karena dia merasa sebagai korban
tradisi bullying.
Selanjutnya, 3) Pelaku ingin menunjukkan bahwa
dia memiliki kekuasaan sehingga melakukan bullying untuk kepuasan dirinya. 4) Adanya kecemburuan sosial dari
pelaku bullying misalnya korban merupakan anak yang di senangi oleh gurunya
atau anak yang pintar.
Adapun korban
mempersepsikan dirinya sebagai korban bullying karena, a)Korban berpenampilan mencolok
sehingga mengundang perilaku negatif dari teman sebayanya. b) Korban memiliki kepercayaan
diri yang rendah dan biasanya sering menyendiri sehingga menjadi potensial
untuk dibully oleh teman sebayanya. c) Korban dianggap berperilaku
tidak sopan dan tidak menghargai teman sebayanya. Jadi, dapat digambarkan
secara umum bahwa perilaku bullying yang masih terjadi dilingkungan sekolah
dapat disebabkan baik karena potensi dari dalam diri anak pelaku bullying
maupun faktor dari korban yang memposisikan dirinya sebagai korban.
Selanjutnya, faktor
lingkungan pergaulan anak. Proses interaksi yang dilakukan oleh anak tidak
hanya di lingkungan keluarga atau pun di lingkungan sekolah saja tetapi perlu
disadari bahwa anak memiliki komunitas di luar lingkungan tersebut yaitu
lingkungan pergaulan anak. Faktor penyebab anak melakukan bullying yaitu: 1) Anak biasa menghabiskan waktu
dan bergaul dengan anak yang suka melakukan bullying baik di lingkungan
keluarga maupun di sekolahnya sehingga karena kebiasaan tersebut dapat
ditularkan kepada teman sepergaulannya.
Berikutnya, 2) Anak biasa bergabung
dengan teman yang biasa melakukan tindak kekerasan atau tindakan kriminal
lainnya. 3) Anak biasa bergaul dengan anak yang memiliki sifat agresif yang
berasal dari keluarga yang memiliki status sosial yang tinggi di lingkungannya
sehingga anak berperilaku negatif untuk mendapatkan pengakuan atau penghargaan
dari teman sepergaulannya.
Seterusnya, 4) Anak biasa bergabung
dengan anak yang aktif menggunakan media seperti televisi, film, media sosial
ataupun video game. Jadi, dapat disimpulkan bahwa perilaku bullying tidak hanya
dorongan dari dalam diri anak pelaku tetapi dapat terbentuk dari lingkungan
eksternal anak yang memiliki pengaruh yang besar terhadap watak dan perilaku
anak seperti lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan pergaulan
anak.
Upaya mencegah dan
mengatasi bullying di UPT SDN 24 Limo
Kaum bisa dimulai dengan: pertama, menciptakan budaya sekolah yang beratmosfer
belajar yang baik. Menciptakan budaya sekolah yang beratmosfer belajar tanpa
rasa takut, melalui pendidikan karakter, menciptakan kebijakan pencegahan
bullying di sekolah dengan melibatkan siswa, menciptakan sekolah model
penerapan sistem anti- bullying, serta membangun kesadaran tentang bullying dan pencegahannya kepada stakeholders sampai ke tingkat rumah
tangga dan tempat tinggal.
Kedua, menata
lingkungan sekolah dengan baik. Menata lingkungan sekolah dengan baik, asri dan
hijau sehingga anak didik merasa nyaman juga merupakan faktor yang sangat
berpengaruh dan akan membantu untuk pencegahan bullying.
Ketiga, dukungan
sekolah terhadap kegiatan positif siswa. Sekolah sebaiknya mendukung
kelompok-kelompok kegiatan agar diikuti oleh seluruh siswa. Selanjutnya sekolah
menyediakan akses pengaduan atau forum dialog antara siswa dan sekolah, atau
orang tua dan sekolah, dan membangun aturan sekolah dan sanksi yang jelas
terhadap tindakan bullying.
Referensi
1. Sari Damayanti, Okta Nofia Sari, Kesuma Bagaskara, Perlindungan
Hukum Terhadap Anak Korban Bullying Di Lingkungan Sekolah, JURNAL RECHTENS,
Vol. 9, No. 2, Desember 2020
2. Erna Susanti, Kajian Sosiologi Hukum Terhadap Problematika Bullying
Dalam Dunia Pendidikan, Jurnal Keadilan Progresif, Vol.7 No. 1 Maret 2016
3. Ayu Widya Rachma, Upaya Pencegahan Bullying Di Lingkungan Sekolah,
Jurnal Hukum dan Pembangunan Ekonomi, Vol. 10. 2022
Penulis: Nurma
Dewi, S.Pd.SD (Kepala UPT SDN 24 Lima Kaum)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.