ANETRY.NET – Resesi mental di depan mata. Kata-kata itu yang tepat untuk menggambarkan perilaku siswa di sekolah-sekolah saat ini. Mulai dari SD, SMP, sampai SMA.
Memang tidak semua murid dan sekolah, tapi berita-berita yang dilihat tidak memungkiri
bahwa dunia pendidikan
sedang tidak baik-baik saja saat ini. Betapa sangat mengiris hati, khususnya
untuk penulis pribadi yang berprofesi sebagai guru, membaca, melihat dan mendengar
berita siswa yang berkata kasar, berkata kotor kepada guru yang telah memberikan
ilmu dengan ikhlas
kepada siswanya.
Menurut Husnul Chitimah (2008), guru adalah orang yang
memfasilitasi proses peralihan ilmu pengetahuan dari sumber belajar ke peserta
pendidik. Guru, sering disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Guru, sebuah
profesi mulia, digambarkan guru sebagai sosok jujur, berbakti tapi makan hati.
Melahirkan banyak profesi dari professor, guru, dokter hingga presiden.
Dulu, sosok guru sangat dihormati baik
dikalangan siswa maupun Masyarakat, siswa zaman dulu jika dilirik oleh guru saja langsung diam
dan sadar diri, setiap berpapasan dengan guru, siswa selalu menunduk tidak
berani mengangkat wajah nya, bahkan ada yang lari dan bersembunyi saking
takutnya.
Tapi saat ini, seiring berkembangnya
zaman sikap seperti itu jarang sekali kita temui, siswa tidak ada lagi rasa sopan,
rasa santun, rasa segan, rasa takut dan rasa hormat nya kepada guru, siswa berbicara
dengan guru seperti berbicara dengan teman sebaya, bahkan siswa sekarang sudah
sangat berani berkata-kata kotor kepada gurunya.
Penulis tidak tahu pasti mulai kapan
perubahan perilaku ini berlaku, namun yang penulis tahu kejadian-kejadian siswa
yang begitu “berani” kepada guru menggambarkan betapa bedanya perilaku siswa
zaman masa sekarang denga siswa-siwa zaman dulu.
Padahal Indonesia telah dikenal luas di
mata dunia sebagai negara yang menjunjung tinggi buday, keramahan, dan sopan
santun. Nilai kebudayaan Indonesia yang menjunjung tinggi sikap persaudaraan,
saling menghormati, dan menghargai sangatlah kental. Namun dalam bebrapa tahun
terakhir ini budaya keramahan dan sopan santun di Indonesia semakin hilang.
Sopan santun adalah sikap dan perilaku
yang tertib sesuai dengan adat istiadat atau norma-norma yang berlaku di
Masyarakat. (Wahyudi & Arsana: 2014). Walau kadar sopan santun setiap
orang itu tidak sama, menyesuaikan lingkungan tempat diman kita berada, namun
karakter sopan santun tidak boleh hilang. Harus tetap dilakukan karena sopan santun
merupakan jati diri orang Indonesia itu sendiri.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
berkurangnya sopan santun pada kalangan remaja diantaranya: Pertama, Faktor
Internal. a) Individu. Faktor yang mempengaruhi kurangnya sopan santun
dikalangan anak disebabkan oleh individu atau pribadi orang tersebut. Kurangnya
pondasi iman dan ketaatannya pada agama membuat seseorang terjun dalam hal yang
negatif.
Sebagai contoh saat anak merasa kesepian
di rumah, tidak diperhatikan, selalu dibentak dan kurangnya kasih sayang dari orang
tua sehinga anak tersebut mengalami kekecewaan sehinga negatif seperti berkelahi
dengan teman seusianya. Selain itu seorang anak memiliki rasa keingintahuan
yang sangat besar yaitu keinginannya untuk mencari jati dirinya. Sehingga rasa
penasaran dan ingin mencoba sangatlah besar.
Selanjutnya, b) Keluarga. Keluarga
memiliki peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan fisik maupun
psikologi seorang anak. Pola asuh yang salah yang dilakukan kepada anak bisa
mengakibatkan hilangnya sopan santun anak tersebut.
Sebagai contoh orangtua yang yang
memarahi anaknya dengan kata-kata kasar. Akibatnya anak tersebut terbiasa
berkata-kata kotor pada orang lain atau pada saat di luar lingkungan keluarga
dirinya melakukan hal negatif. Selain itu faktor keluarga yang menyebabkan hilangnya
sopan santun pada anak yaitu lingkungan keluarga yang tidak harmonis seperti
broken home.
Berikutnya, c) Lingkungan. Faktor
lingkungan merupakan faktor utama hilangnya atau berkurangnya sopan santun
kalangan remaja. Lingkungan yang buruk akan cenderung menghasilkan prilaku
seorang remaja yang buruk. Faktor lingkungan yang mempengaruhi hilangnya rasa
sopan santun pada remaja diantaranya Adat istiadat atau kebiasaan, kelompok
atau geng, kepercayaan, dan lain sebagainya.
Terakhir, d) Sosial media. Kemajuan
teknologi dan informasi memiliki pengaruh positif untuk memudahkan atau
memfasilitasi kebutuhan seseorang. Akan tetapi, dengan kemajuan tehnologi
banyak membawa pengaruh buruk terhadap kurangnya sopan santun dikalangan
remaja. Sebagai contoh yaitu pergaulan bebas. Dengan kemajuan teknologi
informasi remaja dengan mudah mengakses vidio atau foto-foto pornografi.
Kedua, Faktor eksternal. Hilangnya atau
berkurangnya rasa sopan santun dikalangan remaja yaitu masuknya budaya barat.
Pengaruh budaya barat yang diberikan kepada bangsa Indonesia membuat para
remaja mencoba melakukannya, karena budaya barat dan budaya kita sangatlah
berbeda. Sebagai contoh budaya barat seorang anak memanggil orang tuanya
sendiri dengan sebutan nama.
Jika terjadi demikian, lalu bagaimana
cara yang bisa dilakukan oleh orangtua akademik yaitu guru atau orangtua
biologis saat di rumah dalam mengajarkan sopan santun ketika berada di Sekolah?
Menurut (Yusran Pora) Pengertian sekolah
adalah tidak hanya sekedar tempat untuk menambah wawasan dan pengetahuan sebanyak-banyaknya.
Akan tetapi hal terpenting adalah, sekolah menjadi tempat bagi para guru dan
siswa untuk belajar bersama, mengamati sesuatu yang ada di sekeliling
bersama-sama, dan sekolah juga menjadi tempat untuk para siswa membentuk jati
dirinya. Sekolah juga dapat membentuk karakter peserta didik agar paham
bagaimana cara bersikap terhadap sesama manusia maupun dengan lingkungan.
Bagaimana sikap kita sebagai guru
menghadapi siswa yang minim sopan santun? 1) Sikap Sabar. Sabar merupakan kunci
utama yang harus dipegang oleh guru. Tanpa rasa sabar, guru akan sulit
mengontrol emosi baik untuk diri sendiri maupun para murid. Dari kesabaran
guru, para siswa pun pasti akan meniru kesabaran dan kebijaksanaan yang
ditonjolkan oleh seorang guru.
Kemudian 2) Sikap Santun. Santun dan
sopan adalah sikap terpuji yang harus ditunjukkan kepada para siswa. Bagaimana
murid bisa sopan jika gurunya tidak menjaga sikap santun di dalam sekolah?
Untuk itu, yuk pertahankan sikap santun dan sopan agar para murid kita bisa
mencontoh sikap baik dari diri kita.
Seterusnya, 3) Sikap tegas. Selain sabar
dan santun, sikap tegas juga perlu dimiliki oleh seorang guru. Selain
bermanfaat untuk menanamkan rasa tanggung jawab pada siswa, ketegasan pun juga
bisa membuat siswa jadi lebih menghargai dan menghormati guru dalam mengajar di
lingkungan sekolah.
Selain Guru, orang tua dan Masyarakat
pun sangat berperan penting dalam membentuk perilaku sopan santun pada siswa.
Bukankah menurut Ki Hajar Dewantara sang Begawan Pendidikan Indonesia dalam
ajarannya “Tripusat Pendidikan” dikatakan bahwa Pendidikan merupakan tanggung
jawab Bersama lingkungan keluarga oleh orang tua, dilingkungan sekolah oleh
guru, dan dilingkungan Masyarakat oleh anggota Masyarakat itu sendiri?
Guru tidak dapat berdiri sendiri dalam
hal mendidik siswa, tanpa orang tua dan dukungan dari lingkungan Masyarakat
yang konduktif dan positif. Karena Sebagian besar waktu siswa dihabiskan
Bersama orang tua dan berada ditengah lingkungan Masyarakat. Artinya, siswa
lebih banyak “belajar” dari orang tua dan lingkungan masyarakatnya.
Dunia Pendidikan memang begitu kompleks
masalahnya. Tetapi seperti kata orang bijak : dari pada kita mengutuk dalam
kegelapan akan lebih baik jika kita menyalakan lilin. Daripada hanya mengeluh
dan berputus asa lebih baik kita tumbuhkan semangat optimisme agar Pendidikan
lebih maju kedepannya. Jaya terus guru Indonesia. Tetap semangat mencerdaskan
generasi penerus bangsa. (*)
Penulis: Yessia Fitria, S.Pd.I (UPT SDN 27 Simawang)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.