ANETRY.NET – Pada dasarnya, pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi individu sebagai manusia, sehingga dapat hidup secara optimal, baik sebagai pribadi maupun sebagai bagian dari masyarakat serta memiliki nilai-nilai moral dan sosial sebagai pedoman hidup (Sudjana, 1991: 2).
Dengan demikian, pendidikan memegang
peran penting dalam menentukan hitam putihnya manusia, dan akhlak menjadi
standar utama kualitas manusia. Artinya, baik buruknya akhlak merupakan salah
satu indikator berhasil atau tidaknya pendidikan. Pendidikan bukan hanya
bertujuan membentuk manusia yang cerdas otaknya dan terampil dalam melaksanakan
tugas, namun diharapkan dapat menghasilkan manusia yang berakhlak mulia,
sehingga menghasilkan warga negara yang excellent.
Oleh karena itu, pendidikan tidak
semata-mata mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik, tetapi juga
mentransfer nilai-nilai akhlak dan nilai-nilai kemanusian yang bersifat
universal. Dengan transfer akhlak yang bersifat universal, diharapkan peserta
didik dapat menghargai kehidupan orang lain tercermin dalam tingkah laku serta
aktualisasi diri, semenjak usia SD hingga kelak dewasa menjadi warga negara
yang baik (good citizen).
Namun pada kenyataannya, manusia
Indonesia (khususnya anak-anak usia sekolah) saat ini, kurang memperhatikan
nilai akhlak yang tercermin dari perilaku tidak menghormati nilai-nilai
kemanusiaan. Sering terjadi tawuran remaja, kurang menghormati orang tua,
kurang menghormati guru, dan terhadap figur-figur yang berwenang, kurang
mentaati norma-norma keluarga, hidup tidak disiplin, dan meningkatnya
kertidakjujuran, seperti suka bolos, nyontek, dan suka mencuri.
Juga meningkatnya kelompok teman sebaya
yang bersifat kejam dan bengis, munculnya kejahatan yang memiliki sikap fanatik
dan penuh kebencian, berbahasa tidak sopan, merosotnya etika kerja,
meningkatnya sifat-sifat mementingkan diri sendiri, dan kurangnya rasa tanggung
jawab sebagai warga negara. Selain itu timbulnya gelombang perilaku yang
merusak diri sendiri seperti perilaku seksual premature, penyalahgunaan
mirasantika/narkoba, perilaku bunuh diri, timbulnya ketidaktahuan sopan santun.
Termasuk mengabaikan pengetahuan moral sebagai dasar hidup, seperti adanya
kecenderungan untuk memeras tidak menghormati peraturan-peraturan, dan perilaku
yang membahayakan terhadap diri sendiri atau orang lain Nashir, 2007: 10).
Dengan diberikannya pendidikan akhlak
kepada anak SD, diharapkan dapat merubah perilaku anak. Sehingga peserta didik
jika sudah dewasa lebih bertanggung jawab dan menghargai sesama dan mampu
menghadapi tantangan zaman yang cepat dan berubah. Di sinilah pentingnya
nilai-nilai akhlak yang berfungsi sebagai media transformasi manusia Indonesia
agar lebih baik, memiliki keunggulan dan kecerdasan diberbagai bidang, baik
kecerdasan emosional, kecerdasan sosial, kecerdasan spritual, kecerdasan
kinestika, kecerdasan logis, musikal, dan linguistic (Istanto, 2007: 1).
Istilah akhlak
memang dikenal sejak awal kelahiran Islam, seperti yang disabdakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam, dalam sebuah hadits shahih, riwayat
Bukhori, Hakim dan Baihaqi, diriwayatkan oleh Abu Hurairah yang artinya: Bahwasanya saya diutus ke dunia ini
adalah untuk menyempurnakan kebaikan akhlak
(Syamhudi, 2015: 1).
Sebelum sampai
pada pengertian akhlak lebih dahulu perlu diketahui, kata akhlak itu adalah bentuk jamak dari
kata “al-khuluqu”, dan kata yang terakhir ini
mengandung segi-segi yang sesuai dengan kata “al-khalqu” yang bermakna kejadian. Kedua kata tersebut berasal dari
kata kerja “khalaqa” yang mempunyai arti
“menjadikan” (Masy’ari, 1990: 1).
Begitupun
dalam bahasa Yunani istilah “akhlak” dipergunakan istilah ethos atau ethikos atau etika (tanpa
memakai H) yang mengandung arti “Etika adalah
usaha manusia untuk memakai akal budi dan daya pikirnya untuk memecahkan masalah bagaimana ia harus hidup kalau ia mau
menjadi baik”.
Dan etika itu
adalah sebuah ilmu bukan sebuah ajaran (Sinaga, 2004: 2). Ibn al-Jauzi (w. 597
H) sebagaimana dikutip oleh Rosihon Anwar, menjelaskan bahwa al-Khuluq adalah etika yang dipilih
seseorang. Dinamakan khuluq karena etika
bagaikan khalqah (karakter) pada dirinya.Dengan demikian, khuluq adalah etika
yang menjadi pilihan dan diusahakan seseorang. Adapun etika yang sudah menjadi
tabiat bawaannya dinamakan al- Khaym (Anwar,
2010: 11).
Menurut
istilah pengertian akhlak banyak dikemukakan oleh para pakar, diantaranya oleh Imam al-Ghazali
di dalam kitab Ihya Ulumuddin sebagaimana
dikutip oleh Saefuddaulah dan Ahmad Basuni dinyatakan bahwa hakikat akhlak adalah suatu tabii’at atau bentuk jiwa
yang benar-benar telah meresap dan dari padanya
timbul berbagai perbuatan.
Dalam melaksanakan pendidikan akhlak
terhadap anak diperlukan cara atau
metode yang tepat dalam penyampaiannya. Terdapat beberapa metode yang
dapat diterapkan dalam proses pendidikan dan penanaman akhlak pada anak, antara
lain metode uswah (keteledanan), riyadhah (latihan pembiasaan), mauidhah
(nasehat), dan qishah (bercerita).
Metode uswah (keteladanan), adalah suatu
cara dalam pendidikan Islam yang menjadikan figur guru, petugas sekolah
lainnya, orang tua serta anggota masyarakat sebagai cermin bagi peserta didik,
melalui pemberian contoh yang baik kepada siswa
dapat dilakukan beberapa usaha untuk menanamkan akhlak kepada peserta
didik berupa ucapan dan perbuatan,
antarala lain bertutur kata dengan sopan dan santun dengan sesama guru ataupun
guru dengan siswa.
Metode riyadah (latihan dan pembiasan)
ialah teknik pembelajaran kepada peserta didik dengan dikerjakan secara
berulang-ulang. Pembiasaan akan memberikan manfaat yang mendalam bagi
peserta didik, siswa akan lebih terbiasa
berperilaku dengan nila-nilai akhlak karena pembiasaan seperti pembiasaan
bersaman sebelum masuk kelas, pembiasaan berdoa sebelum belajar, melakukan
kegiatan shalat berjamaah yang berperan
sebagai efek latihan terus menerus.
Metode Mauidhah (nasihat) ialah sajian
bahasan tentang kebenaran dan kebajikan dengan maksud mengajak peserta
didik yang diberi nasihat oleh guru
dikelas dan guru Pendidikan Agama Islam dalam kegiatan sekolah yang dilaksanakan dan diikuti oleh seluruh
guru dan peserta didik.
Referensi
1. Abdullah, M. Y (2007) Studi Akhlak dalam
Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: Amzah, 2007)
2.
Al-Qusyairi An-Naisaburi, A.Q.Abdul, K.H (2007) Risalah Qusyairiyah, (Jakarta: Pustaka Amani, 2007), Cet. II
3.
Amin, A. Kitab al-Akhlak, (Mesir: Dar al-Kutub al-Mishriyah), Cet.
III
4.
Anwar, R (2010) Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia)
5.
Anwar, R (2010). Akhlak
Tasawwuf, (Bandung: CV. Pustaka Setia)
6.
H. Hamzah Ya’kub (1983). Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah,
(Bandung: CV. Diponegoro)
7.
H. Moh. Ardani, H. Moh (2001) Nilai-Nilai Akhlak/Budi Pekerti dalam
Ibadat, (Jakarta: CV. Karya Mulia)
8. Habibah Istanto, H (2007). Metode Pengembangan anak Pra Sekolah,
(Yogyakarta)
9.
Hidayati, H. N (2009) Pengukuran Akhlakul Karimah Mahasiswa,
(Jakarta: UIN Jakarta
Press)
Penulis: Resmiwati,S.Pd
I (UPT SDN 15 Rambatan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.