ANETRY.NET – Manusia, sebagai makhluk sosial, memiliki kebutuhan dasar yang mesti terpenuhi agar dapat bertahan hidup dan memperoleh kehidupan yang nyaman, senang dan sejahtera, tak terkecuali anak usia dasar. Kebutuhan anak usia dasar (6-12 tahun) berbeda dengan kebutuhan anak remaja dan orang dewasa. Kebutuhan anak usia dasar sangat berkaitan dengan proses pendidikan anak.
Di
sekolah, tugas utama seorang
guru adalah mendidik, membimbing, mengajar dan mengarahkan ke hal yang lebih
baik. Sebagai seorang guru, menghadapi anak dengan berbagai macam kondisi, baik perilaku, karakter, kemampuan dan berbagai latar
ekonomi sudah menjadi hal wajar. Namun, untuk tahun ini penulis mengajar anak
dengan keadaan berkebutuhan khusus.
Beberapa peserta didik ini lemah dalam
berbahasa dan bebicara, serta sulit untuk
berintekrasi dengan teman-teman di kelas
atau di sekitarnya. Peserta didik ini mempunyai
kemampuan berpikir rendah, serta emosi yang tidak
stabil. Hal ini menjadi permasalahan baru bagi penulis.
Diketahui bersama, seharusnya pendidikan pertama kali yang didapat oleh seorang
anak berasal dari keluarganya. Sehingga
peranan keluarga itu sangat penting bagi anak terutama orang tua. Orang tua
mendidik anaknya dengan penuh kasih sayang. Kasih sayang yang diberikan orang
tua tidak ada habisnya dan terhitung nilainya. Orang tua mengajarkan kepada kita hal-hal yang
baik.
Pada
kenyaataannya, peranan utama untuk mengajarkan anak ini
adalah orang tua. Namun, tidak seperti yang penulis harapkan. Rendahnya
kemampuan anak dalam berbahasa dan berbicara, disebabkan
karena kurangnya interaksi anak dengan orang tua,
seperti berkomunikasi dalam bentuk bercerita atau tanya jawab.
Orang tua yang
terlalu sibuk mencari kehidupan untuk mencukupi ekonominya, membuat anak
terabaikan, kasih sayang anak tidak terpenuhi. Seorang anak yang disayangi akan menyayangi keluarganya, sehingga anak akan merasakan dibutuhkan dalam
keluarga.
Dalam situasi
yang demikian, anak akan merasa aman, dihargai, dan disayangi. Si anak tidak akan merasa takut untuk menyatakan
dirinya. Sebab merasa keluarga sebagai sumber
kekuatan yang membangunnya.
Di dalam
keluarga, mereka
peroleh kesempatan maksimum
pertumbuhan, dan perkembangan dari orang tua. Dalam lingkungan keluarga harga diri
berkembang, karena dihargai, diterima, dicintai, dan dihormati sebagai manusia. Itulah pentingnya mengapa perlu menjadi orang yang terdidik di lingkungan.
Sedangkan lingkungan sekolah adalah tempat pendidikan kedua bagi seorang anak. Tugas dan tanggung
jawab orang tualah untuk menyekolahkan anaknya. Tapi tidak seharusnya
diserahkan sepenuhnya. Perlu kerja sama orang tua dan pihak sekolah untuk
mendidiknya.
Membaca,
menulis dan berhitung atau caslitung,
termasuk salah satu kemampuan kognitif yang perlu dikuasai peserta didik. Ini
bukan saja tugas guru, tapi juga menjadi tugas
orang tua agar anak pandai calistung. Untuk anak sekolah dasar, calistung merupakan pondasi dasar melanjutkan ke sekolah yang tingkatnya lebih tinggi.
Penulis sebagai
seorang guru, mengajarkan anak dengan kemamampuan yang
daya serapnya berbeda-beda. Ditambah lagi, dengan adanya anak berkebutuhan khusus,
adalah tantangan baru mengajarkannya untuk pandai calistung. Mengajarkan anak
dengan kemampuan berbeda dalam satu kelas,
membutuhkan kreatifitas seorang guru. Guru
harus kreatif dalam memilih berbagai metode, strategi dan media dalam proses
pembelajaran. Tujuannya, agar dapat menumbuhkan minat anak tersebut.
Dalam proses
pembelajaran, guru tidak hanya mengajarkan peserta
didik pandai calistung. Namun banyak hal yang harus guru ajarkan. Guru sebagai
pendidik, memberikan ilmunya sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki. Sehingga tak luput dari peranan guru yang harus maksimal.
Peranan guru
sebagai pendidik, merupakan peranan yang berkaitan dengan
tugas-tugas memberi bantuan dan dorongan, serta tugas-tugas yang berkaitan dengan
mendisiplinkan anak didik, agar anak itu menjadi
patuh terhadap norma hidup, dan
aturan-aturan sekolah. Guru mengajarkan kepada anak didik supaya pintar dan
berwawasan luas. Anak didik yang terdidik,
dituntut untuk tidak merugikan orang lain, harus menghargai, dan menghormati
hak orang lain. Anak dididik untuk menaati
peraturan-peraturan, dan menyesuaikan diri dengan norma-norma tertentu.
Mendidik anak
dengan berbagai kemampuan terutama anak berkebutuhan khusus, bukanlah hal mudah. Terlebih, semakin canggihnya
teknologi zaman sekarang, membuat anak malas belajar, baik itu membaca atau
menulis dan berpikir dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolahnya. Serta perilaku
anak menjadi bertentangan dengan norma-norma yang diajarkan, baik di sekolah
atau di rumah. Anak cenderung bermain gadget dari pada
membaca bukunya. Sehingga dalam proses pembelajaran, anak tidak fokus untuk berlajar.
Pada
intinya, orang tua dan guru, maupun orang dewasa lainnya di lingkungan anak, mesti memahami tingkat kebutuhan dan
karakter anak. Hal
itu agar tidak terjadi
kesalahan dalam mendidik dan mengajar dalam rangka membentuk pribadi anak yang
beriman, cerdas dan berkarakter. (*)
Referensi
1. Abdullah, Nandiyah. 2013. Mengenal
Anak Berkebutuhan Khusus. Klaten. UNWIDHA Klaten.
2. Abdurrahman, Mulyono. 2003. Pendidikan
bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
3. Andesta, Dian. Analisis
kebutuhan anak usia dasar dan Implikasinya dalam penyelenggaraan pendidikan. JIP
(Jurnal Ilmiah PGMI), 4(1), 82-97.
Penulis: Deni Putri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.