Merefleksi Diri, Agar Tidak Selalu Terperangkap dalam Zona Nyaman - Ane Try | Literacy Influencer

Info Terkini

Post Top Ad


Jumat, 15 September 2023

Merefleksi Diri, Agar Tidak Selalu Terperangkap dalam Zona Nyaman


ANETRY.NET
– Kata refleksi diri dan zona nyaman bagi insan pendidik atau guru, sudah sangat poluler. Para pendidik selalu dihadapkan pada dua masalah tersebut, kurang merefleksi diri serta masih enggan berpindah dari zona nyaman.

 

Bila dikaitkan dengan tugas pokok sebagai pendidik, ada harapan besar masyarakat dan negara tertumpang kepada insan pendidik dalam mencerdaskan anak bangsa. Apalagi saat ini, ada beban tambahandengan tujuan mulia menjadikan Generasi Emas pada tahun 2045.

 

Jika tidak dari saat ini tergerak hati untuk merefleksi diri, dan menghindarkan diri dari perangkap berada dalam zona nyaman, penulis khawatir harapan yang tertumpang besar pada pendidik tidak dapat terwujud.

 

Banyak pendapat tentang pengertian refleksi diri, di antaranya menurut pendapat para ahli menjelaskan bahwa refleksi diri merupakan bentuk evaluasi secara terencana. Sedangkan mengutip dari Buku Ajar Pengantar Kewirausahaan karya Andi Mursidi, dkk., refleksi diri juga mengarah pada mimpi yang ingin diraih. Refleksi diri adalah melihat diri sendiri secara mendalam, baik melalui bentuk fisik, kondisi sosial, emosional, dan spiritual. Melalui proses ini, seorang individu akan mengenal dirinya dengan lebih baik lagi.

 

Dari beberapa pengertian tersebut, penulis menyimpulkan bahwa refleksi diri dapat diartikan aktivitas merenungkan untuk melakukan introspeksi diri atau melihat kembali hal-hal yang telah terjadi dalam hidup,yang direncanakan. Sehingga dapat meraih mimpi atau tujuan yang diharapkan. Dengan merefleksi diri, pendidik bisa menganalisis kebiasaan, pengalaman, dan keputusan yang telah diambil. Melakukan refleksi diri akan membuat pendidik mendapatkan banyak manfaat positif.

 

Terkaitan hubungannya refleksi diri  dengan zona nyaman, penulis akan menjelaskan terlebih dahulu beberapa pengertian dari zona nyaman. Abigail Brenner, seorang psikiater berbasis di San Francisco dalam artikel lansiran Walden University menjelaskan, “Zona nyaman adalah konstruksi psikologi/emosional/perilaku yang mendefinisikan rutinitas kehidupan sehari-hari. Di mana memiliki keterkaitan akan sesuatu yang kekeluargaan, keselamatan, dan keamanan.

 

Zona nyaman yang dimaksud, adalah keadaan saat semuanya terasa akrab dan mudah sehingga tidak mengalami banyak stres. Zona nyaman ini banyak disukai orang kerena tidak banyak tantangan yang dihadapi. Banyak orang bertahan di zona nyaman meskipun menjenuhkan, termasuk guru-guru pada umumnya.

 

Kondisi ini menjadikan guru dapat melakukan banyak hal dengan kinerja yang stabil tanpa gangguan. Karena guru tidak menghadapi banyak tekanan, yang mengakibatkan tidak maunya mereka berubah pola pikir dan mengikuti perkembangan zaman. Akibatnya, guru yang berada di zona nyaman ini mengakibatkan kompetensinya tidak mampu berinovasi, berkreasi dan berbuat lebih baik untuk meningkatkan hasil belajar anak didik.

 

Guru guru kita terperangkap dalam kenyamanan diri karena sudah puas dengan apa yang telah dicapai. Menurut penulis jika guru terbiasa merefleksi dirinya, mereka akan menyadari keadaan nyaman yang dapat merugikannya dan siswanya. Mereka akan tergerak hatinya untuk mencari solusi agar tidak lagi terperangkap di zona nyaman tersebut.

 

Kenapa demikian, karena zona disebabkan oleh beberapa hal yang masih banyak didapati pada guru,  di antaranya, kesatu, wawasan statis. Penyebab wawasan statis karena banyak guru yang merasa sudah cukup dengan wawasan yang diperoleh ketika kuliah dulu. Umumnya didominasi oleh guru senior dari segi usia. Mereka menyadari memiliki wawasan statis, tetapi tidak ada upaya yang dilakukan oleh guru tersebut untuk hijrah dari kondisi wawasan statis ke wawasan dinamis.

 

Kedua, tidak kreatif dan inovatif. Kreatif dan inovatif seharusnya dimiliki guru. Terlebih dalam merekayasa pembelajaran, kreatif dan inovatif sangat dituntut. Dengan demikian pembelajaran tidak monoton dan membosankan. Tetapi masih banyak guru yang mengabaikan kreatifitas dan inovasi dalam pembelajaran. Padahal, banyak akses meningkatkan pembelajaran kreatif dan inovatif. Bahkan pemerintah mengadakan kompetisi kreatifitas dan inovasi guru dalam pembelajaran.

 

Ketiga, gagap teknologi (gaptek). Saat ini dunia memasuki zaman milenium. Teknologi sudah memasuki hampir semua lini kehidupan termasuk dunia pendidikan. Perkembangan teknologi pembelajaran yang demikian pesat seharusnya mempermudah aktivitas guru. Masih banyak guru yang gagap teknologi dan bahkan sangat alergi dengan teknologi. Berbagai alasan diungkapkan ketika ditawarkan penggunaan teknologi dalam pembelajaran.

 

Kelima, acuh terhadap siswa. Acuh terhadap siswa dalam hal ini bukan berarti tidak mau melaksanakan pembelajaran. Akan tetapi banyak guru yang justru hanya melaksanakan tugas mengajar saja, sementara tugas mendidik diabaikan.

 

Selalu berada di zona nyaman, akan berdampak kepada beberapa hal terutama jika dikaitkan dengan tugas sebagai seorang guru di antarannya,kesatu, tidak ada kemajuan yang dicapai. Orang yang berada di zona nyaman selamanya akan tetap ajeg. Tak ada kemajuan yang ia peroleh. Hidupnya hanya diisi dengan upaya menghindari tantangan-tantangan yang ada, sehingga setiap saat ia merasa takut jika ada tantangan baru yang harus ia lalui. Guru seperti ini menyebabkan kualitas pendidikan cenderung stagnan.

 

Tidak ada kemajuan terhadap kompetensinya tidak ada kemajuan yang dicapai. Orang yang berada di zona nyaman selamanya akan tetap ajeg. Tak ada kemajuan yang ia peroleh. Hidupnya hanya diisi dengan upaya menghindari tantangan-tantangan yang ada, sehingga setiap saat ia merasa takut jika ada tantangan baru yang harus ia lalui. Guru seperti ini menyebabkan kualitas pendidikan cenderung stagnan. Tidak ada kemajuan terhadap kompetensinya

 

Kedua, pembelajaran terasa monoton. Berada di zona nyaman memang kedengarannya aman dan tenteram. Tapi jauh di dalam batin ada sesuatu yang menyembul memberi instruksi bahwa ada rasa jenuh yang bergemuruh. Rasa jenuh itu lambat laun pasti akan muncul karena aktivitas yang dilakukan selalu monoton. Hidup menjadi tidak bergairah, yang ada hanya perasaan bosan dengan hal-hal yang ajeg meski terasa aman.

 

Dalam proses pembelajaran, kondisi ini menyebabkan suasana pembelajaran sangat monoton dan membosankan. Jika suasana kelas sudah monoton dan membosankan, maka daya serap siswa terhadap pelajaran yang disampaikan guru  tidak meningkat. Dengan demikian maka kualitas pembelajaran sangat rendah

 

Jadi jika guru yang mau merefleksi diri dengan melihat kekurangan ataupun penyebab yang ada pada diri mereka, serta merenungi akibat dari selalu berada di zona nyaman, maka semua pihak dapat berharap dan guru tidak terperangkap lagi di situasi zona nyaman. Selain itu, dipastikan pula akan  berdampak positif kepada peningkatan kompetensinya, sekaligus berdampak signifikan pada peserta didik. Semoga tulisan ini bermanfaat. (*/ilustrasi: katadata)

Penulis: Janiarti, S.Pd.SD.MM (Disdikbud Tanah  Datar)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Post Top Ad