ANETRY.NET – Kata refleksi diri dan zona nyaman bagi insan pendidik atau guru, sudah sangat poluler. Para pendidik selalu dihadapkan pada dua masalah tersebut, kurang merefleksi diri serta masih enggan berpindah dari zona nyaman.
Bila dikaitkan dengan tugas pokok sebagai
pendidik, ada harapan besar masyarakat dan negara tertumpang kepada insan
pendidik dalam mencerdaskan anak bangsa. Apalagi saat ini, ada beban
tambahandengan tujuan mulia menjadikan Generasi Emas pada tahun 2045.
Jika tidak dari saat ini tergerak hati
untuk merefleksi diri, dan menghindarkan diri dari perangkap berada dalam zona
nyaman, penulis khawatir harapan yang tertumpang besar pada pendidik tidak dapat
terwujud.
Banyak pendapat tentang pengertian refleksi
diri, di antaranya menurut pendapat para ahli menjelaskan bahwa refleksi diri merupakan
bentuk evaluasi secara terencana. Sedangkan mengutip dari Buku Ajar Pengantar
Kewirausahaan karya Andi Mursidi, dkk., refleksi diri juga mengarah
pada mimpi yang ingin diraih. Refleksi diri adalah melihat diri sendiri secara
mendalam, baik melalui bentuk fisik, kondisi sosial, emosional, dan spiritual.
Melalui proses ini, seorang individu akan mengenal dirinya dengan lebih baik
lagi.
Dari beberapa pengertian tersebut,
penulis menyimpulkan bahwa refleksi diri dapat diartikan aktivitas merenungkan
untuk melakukan introspeksi diri atau melihat kembali hal-hal yang telah
terjadi dalam hidup,yang direncanakan. Sehingga dapat meraih mimpi atau tujuan
yang diharapkan. Dengan merefleksi diri, pendidik bisa menganalisis kebiasaan,
pengalaman, dan keputusan yang telah diambil. Melakukan refleksi diri akan
membuat pendidik mendapatkan banyak manfaat positif.
Terkaitan hubungannya refleksi diri dengan zona nyaman, penulis akan menjelaskan
terlebih dahulu beberapa pengertian dari zona nyaman. Abigail Brenner, seorang
psikiater berbasis di San Francisco dalam artikel lansiran Walden University
menjelaskan, “Zona nyaman adalah konstruksi psikologi/emosional/perilaku yang
mendefinisikan rutinitas kehidupan sehari-hari. Di mana memiliki
keterkaitan akan sesuatu yang kekeluargaan, keselamatan, dan keamanan.
Zona nyaman yang dimaksud, adalah keadaan
saat semuanya terasa akrab dan mudah sehingga tidak mengalami banyak stres. Zona
nyaman ini banyak disukai orang kerena tidak banyak tantangan yang dihadapi. Banyak
orang bertahan di zona nyaman meskipun menjenuhkan, termasuk guru-guru pada
umumnya.
Kondisi ini menjadikan guru dapat melakukan
banyak hal dengan kinerja yang stabil tanpa gangguan. Karena guru tidak
menghadapi banyak tekanan, yang mengakibatkan tidak maunya mereka berubah pola
pikir dan mengikuti perkembangan zaman. Akibatnya, guru yang berada di zona
nyaman ini mengakibatkan kompetensinya tidak mampu berinovasi, berkreasi dan
berbuat lebih baik untuk meningkatkan hasil belajar anak didik.
Guru guru kita terperangkap dalam
kenyamanan diri karena sudah puas dengan apa yang telah dicapai. Menurut penulis
jika guru terbiasa merefleksi dirinya, mereka akan menyadari keadaan nyaman
yang dapat merugikannya dan siswanya. Mereka akan tergerak hatinya untuk
mencari solusi agar tidak lagi terperangkap di zona nyaman tersebut.
Kenapa demikian, karena zona disebabkan
oleh beberapa hal yang masih banyak didapati pada guru, di antaranya, kesatu, wawasan statis. Penyebab
wawasan statis karena banyak guru yang merasa sudah cukup dengan wawasan yang diperoleh ketika kuliah
dulu. Umumnya didominasi oleh guru senior dari segi usia. Mereka menyadari memiliki wawasan
statis, tetapi tidak ada upaya yang dilakukan oleh guru tersebut untuk
hijrah dari kondisi wawasan statis ke wawasan dinamis.
Kedua, tidak kreatif dan inovatif.
Kreatif dan inovatif seharusnya dimiliki guru. Terlebih dalam merekayasa
pembelajaran, kreatif dan inovatif sangat dituntut. Dengan demikian
pembelajaran tidak monoton dan membosankan. Tetapi masih banyak guru yang
mengabaikan kreatifitas dan inovasi dalam pembelajaran. Padahal, banyak akses
meningkatkan pembelajaran kreatif dan inovatif. Bahkan pemerintah mengadakan
kompetisi kreatifitas dan inovasi guru dalam pembelajaran.
Ketiga, gagap teknologi (gaptek). Saat
ini dunia memasuki zaman milenium. Teknologi sudah memasuki hampir semua lini
kehidupan termasuk dunia pendidikan. Perkembangan teknologi pembelajaran
yang demikian pesat seharusnya mempermudah aktivitas guru. Masih banyak guru yang gagap
teknologi dan bahkan sangat alergi dengan teknologi. Berbagai alasan
diungkapkan ketika ditawarkan penggunaan teknologi dalam pembelajaran.
Kelima, acuh terhadap siswa. Acuh
terhadap siswa dalam hal ini bukan berarti tidak mau melaksanakan pembelajaran.
Akan tetapi banyak guru yang justru hanya melaksanakan tugas mengajar
saja, sementara tugas mendidik diabaikan.
Selalu berada di zona nyaman, akan
berdampak kepada beberapa hal terutama jika dikaitkan dengan tugas sebagai
seorang guru di antarannya,kesatu, tidak ada kemajuan yang dicapai. Orang yang
berada di zona nyaman selamanya akan tetap ajeg.
Tak ada kemajuan yang ia peroleh. Hidupnya hanya diisi dengan upaya menghindari
tantangan-tantangan yang ada, sehingga setiap saat ia merasa takut jika ada
tantangan baru yang harus ia lalui. Guru seperti ini menyebabkan kualitas pendidikan cenderung
stagnan.
Tidak ada kemajuan terhadap
kompetensinya tidak ada kemajuan yang dicapai. Orang yang berada di zona nyaman
selamanya akan tetap ajeg. Tak ada kemajuan yang ia peroleh. Hidupnya hanya
diisi dengan upaya menghindari tantangan-tantangan yang ada, sehingga setiap
saat ia merasa takut jika ada tantangan baru yang harus ia lalui. Guru seperti
ini menyebabkan kualitas pendidikan cenderung stagnan. Tidak ada
kemajuan terhadap kompetensinya
Kedua, pembelajaran terasa monoton.
Berada di zona nyaman memang kedengarannya aman dan tenteram. Tapi jauh di
dalam batin ada sesuatu yang menyembul memberi instruksi bahwa ada rasa jenuh
yang bergemuruh. Rasa jenuh itu lambat laun pasti akan muncul karena aktivitas
yang dilakukan selalu monoton. Hidup menjadi tidak bergairah, yang ada hanya
perasaan bosan dengan hal-hal yang ajeg meski terasa aman.
Dalam proses pembelajaran, kondisi ini
menyebabkan suasana pembelajaran sangat monoton dan membosankan. Jika suasana
kelas sudah monoton dan membosankan, maka daya serap siswa terhadap pelajaran
yang disampaikan guru tidak meningkat. Dengan demikian maka kualitas
pembelajaran sangat rendah
Jadi jika guru yang mau merefleksi diri
dengan melihat kekurangan ataupun penyebab yang ada pada diri mereka, serta
merenungi akibat dari selalu berada di zona nyaman, maka semua pihak dapat berharap
dan guru tidak terperangkap lagi di situasi zona nyaman. Selain itu, dipastikan
pula akan berdampak positif kepada
peningkatan kompetensinya, sekaligus berdampak signifikan pada peserta didik. Semoga
tulisan ini bermanfaat. (*/ilustrasi: katadata)
Penulis: Janiarti, S.Pd.SD.MM (Disdikbud Tanah Datar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.