ANETRY.NET – Sekarang ini anak didik tidak lagi menampakkan bagaimana cara berbicara pada orang yang lebih tua, sebaya, atau orang yang lebih kecil dan berbicara terhadap orang yang disegani.
Sedangkan kalau berpedoman dari apa yang
dimaksud dari tujuan pendidikan, bagaimana menuntun anak
didik dari kodrat yang dimiliki anak anak agar mereka mencapai kebahagiaan dan
keselamatan yang setinggi-tingginya sebagai manusia. Selanjutnya untuk
menuntun atau mengarahkan anak anak agar memiliki budi pekerti yang dapat
diterapkannya dalam kehidupan mereka.
Bila di Minangkabau, seperti istilahnya menggunakan kato
nan ampek yang dapat menjadi landasan dalam berbicara atau bertutur kata pada pergaulannya sehari
hari, baik di lingkungan
keluarga, sekolah maupun masyarakat. Apa yang dikatakan kato nan ampek yaitu kato
mandaki, kato mandata, kato manurun dan kato malereng.
Pendapat yang
sama juga diuraikan oleh Hadijah (2019), Kato nan Ampek adalah sebuah aturan untuk berkomunikasi dalam masyarakat Minangkabau, baik dalam lingkungan kelurga ataupun di sekolah.
Dalam pergaulan anak didik sehari hari di sekolah, sering terdengar anak bertutur
kata yang tidak pada tempatnya. Seperti mereka berbicara dengan gurunya seenaknya saja, mereka
menganggap jawabannya itu sepele saja tanpa mereka berpikir dengan siapa mereka berbicara. Seolah olah mereka
berbicara sesama orang yang sama besar dengan dirinya. Sedangkan dari bertutur kata atau berbicara
dengan kakak kelas, teman sebaya dan adik adik mereka tidak juga tepat. Sering mereka berbicara
seenaknya saja sesama siswa-siswa di sekolah.
Jadi di sekolah cara bertutur
kata atau berbicara itu tidak lagi berpedoman pada kato nan ampek sehinnga
berbicara dengan memanggil nama orang tua atau diberi gelar yang jelek itu
termasuk sikap mereka sudah membully temannya sehingga ada temannya itu tidak
lagi percaya diri atau dia dianggap dikucilkan oleh teman temannya.
Karena bertutur kata yang tidak mereka
pahami makanya ada diantara anak anak kita kalau berbicara itu tidak mereka
hiraukan apa yang mereka ucapkan atau dilontarkan dari mulutnya itu. Sehingga anak anak itu
kalau berbicara sekarang seenaknya saja, seolah olah bertutur kata
yang baik dan sepatunya tidak ada pada dirinya sendiri baik itu bertutur kata
di keluarganya, di sekolah ataupun di masyarakat
Seiring waktu berjalan, sebagai guru pernah
mendengar siswa berbicara pada gurunya yaitu dengan menjawab eeh bapak ko, eeh
ibuk ko. Bahkan
dengan teman sebaya mereka bertutur kata itu tidak seperti teman sebaya, ada yang menganggap
dirinya lebih sehingga anak itu memanggil temannya dengan kata yang tidak baik. Mereka menganggap itu
candaan saja tanpa memikirkan apa dampaknya. Di sekolah sering terjadi pertengkaran karena kata-kata yang yang dikeluarkan
dapat menyakiti hati anak anak tesebut. Apalagi terhadap teman yang sebaya dengan mereka, atau kadang
kadang bertutur kata dengan guru saja, mereka bisa berbicara seolah olah mereka itu sama
besar dengan gurunya.
Etika Komunikasi, dari Perspektif “Kato Nan Ampek”
di Minangkabau nenurut
Bagindo, dalam betutur kata di Minangkabau, masyarakat mengenal istilah Kato Nan Ampek, yakninya Kato Mandaki, Kato Malereang, Kato
Mandata dan Manurun.
Setelah kita telusuri dari ke empat kato
itu dapat kita simpulkan yaitu,
pertama, Kato
mandaki atau kata mendaki maksudnya bagaimana kita
menyatakan pikiran kita dengan cara kita berkomunikasi terhadap seseorang yang
posisinya lebih tinggi dari kita seperti kita berbicara dengan orang tua
kita,guru termasuk masyarakat.
Kedua, kato mandata atau kata
mendatar merupakan cara bertutur kata kepada teman sejawat atau teman sebaya
kita,kepada teman sebaya tutur kata kita mungkin tidak sebagaimana kepada orang
yang lebih tua,tetapi kata kata itu tetap harus saling menhargai terhadap teman
kita.
Ketiga, kato manurun atau kata menurun adalah cara kita berkomunikasi dengan seseorang
yang posisinya dibawah kita atau lebih muda usianya pada kita. Keempat, kato malereng atau kata
melereng adalah bagaimana kita berkomunikasi dengan pihak yang rasanya janggal
apabila menggungkapkan perasaan, dalam kato malereng ini kata yang kita gunakan yaitu yang istilahnya
berkias-banding.
Tantangan yang harus diselesaikan bagaimana mengembalikan
ciri khas Minangkabau
yang menerapkan kato nan ampek kepada
siswa di manapun mereka berada. Untuk membimbing siswa bisa kembali menerpakan kato nan ampek dalam berbicara, bisa menerapkan
pembiasaan 5s yaitu, senyum, sapa, salam, sopan dan
santun. (*)
Penulis: Three Yulia Nora, S.Pd.SD
(UPT SDN 16 Padang Magek)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.