Mendekatkan Siswa pada Pemahaman Kato nan Ampek - Ane Try | Literacy Influencer

Info Terkini

Post Top Ad


Jumat, 15 September 2023

Mendekatkan Siswa pada Pemahaman Kato nan Ampek


ANETRY.NET
Sekarang ini anak didik tidak lagi menampakkan bagaimana cara berbicara pada orang yang lebih tua, sebaya, atau orang yang lebih kecil dan berbicara terhadap orang yang disegani.

 

Sedangkan kalau berpedoman dari apa yang dimaksud dari  tujuan pendidikan, bagaimana menuntun anak didik dari kodrat yang dimiliki anak anak agar mereka mencapai kebahagiaan dan keselamatan yang setinggi-tingginya sebagai manusia. Selanjutnya untuk menuntun atau mengarahkan anak anak agar memiliki budi pekerti yang dapat diterapkannya dalam kehidupan mereka.

 

Bila di Minangkabau, seperti istilahnya menggunakan kato nan ampek yang dapat menjadi landasan dalam berbicara atau bertutur kata pada pergaulannya sehari hari, baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Apa yang dikatakan kato nan ampek yaitu kato mandaki, kato mandata, kato manurun dan kato malereng.

 

Pendapat yang sama juga diuraikan oleh Hadijah (2019), Kato nan Ampek adalah sebuah aturan untuk berkomunikasi dalam masyarakat Minangkabau, baik dalam lingkungan kelurga ataupun di sekolah.

 

Dalam pergaulan anak didik sehari hari di sekolah, sering terdengar anak bertutur kata yang tidak pada tempatnya. Seperti mereka berbicara dengan gurunya seenaknya saja, mereka menganggap jawabannya itu sepele saja tanpa mereka berpikir dengan siapa mereka berbicara. Seolah olah mereka berbicara sesama orang yang sama besar dengan dirinya. Sedangkan dari bertutur kata atau berbicara dengan kakak kelas, teman sebaya  dan adik adik mereka  tidak juga tepat. Sering mereka berbicara seenaknya saja sesama siswa-siswa di sekolah.

 

Jadi di sekolah cara bertutur kata atau berbicara itu tidak lagi berpedoman pada kato nan ampek sehinnga berbicara dengan memanggil nama orang tua atau diberi gelar yang jelek itu termasuk sikap mereka sudah membully temannya sehingga ada temannya itu tidak lagi percaya diri atau dia dianggap dikucilkan oleh teman temannya.

 

Karena bertutur kata yang tidak mereka pahami makanya ada diantara anak anak kita kalau berbicara itu tidak mereka hiraukan apa yang mereka ucapkan atau dilontarkan dari mulutnya itu. Sehingga anak anak itu kalau berbicara sekarang seenaknya saja, seolah olah bertutur kata yang baik dan sepatunya tidak ada pada dirinya sendiri baik itu bertutur kata di keluarganya, di sekolah ataupun di masyarakat

 

Seiring waktu berjalan, sebagai guru pernah mendengar siswa berbicara pada gurunya yaitu dengan menjawab eeh bapak ko, eeh ibuk ko. Bahkan dengan teman sebaya mereka bertutur kata itu tidak seperti teman sebaya, ada yang menganggap dirinya lebih sehingga anak itu memanggil temannya dengan kata yang tidak baik. Mereka menganggap itu candaan saja tanpa memikirkan apa dampaknya. Di sekolah sering terjadi pertengkaran karena kata-kata yang yang dikeluarkan dapat menyakiti hati anak anak tesebut. Apalagi terhadap teman yang sebaya dengan mereka, atau kadang kadang bertutur kata dengan guru saja, mereka bisa berbicara seolah olah mereka itu sama besar dengan gurunya.

 

Etika Komunikasi, dari Perspektif “Kato Nan Ampek” di Minangkabau nenurut Bagindo, dalam betutur kata di Minangkabau, masyarakat mengenal istilah Kato Nan Ampek, yakninya Kato Mandaki, Kato Malereang, Kato Mandata dan  Manurun. 

 

Setelah kita telusuri dari ke empat kato itu dapat kita simpulkan yaitu, pertama, Kato mandaki atau kata mendaki maksudnya bagaimana kita menyatakan pikiran kita dengan cara kita berkomunikasi terhadap seseorang yang posisinya lebih tinggi dari kita seperti kita berbicara dengan orang tua kita,guru termasuk masyarakat.

 

Kedua, kato mandata atau kata mendatar merupakan cara bertutur kata kepada teman sejawat atau teman sebaya kita,kepada teman sebaya tutur kata kita mungkin tidak sebagaimana kepada orang yang lebih tua,tetapi kata kata itu tetap harus saling menhargai terhadap teman kita.

 

Ketiga, kato manurun atau kata menurun adalah cara kita berkomunikasi dengan seseorang yang posisinya dibawah kita atau lebih muda usianya pada kita. Keempat, kato malereng atau kata melereng adalah bagaimana kita berkomunikasi dengan pihak yang rasanya janggal apabila menggungkapkan perasaan, dalam kato malereng ini  kata yang kita gunakan yaitu yang istilahnya berkias-banding.

 

Tantangan yang harus diselesaikan bagaimana mengembalikan ciri khas Minangkabau yang menerapkan kato nan ampek kepada siswa di manapun mereka berada. Untuk membimbing siswa bisa kembali menerpakan kato nan ampek dalam berbicara, bisa menerapkan pembiasaan  5s yaitu, senyum, sapa, salam, sopan dan santun. (*)

Penulis: Three Yulia Nora, S.Pd.SD (UPT SDN 16 Padang Magek)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Post Top Ad