ANETRY.NET – Setiap anak memiliki karakteristik berbeda-beda dalam proses belajarnya, Salah satunya adalah kemampuan daya tangkap.
Tak semua anak mudah mencerna materi
pelajaran yang disampaikan secara klasikal (pola pembelajaran di mana dalam
waktu yang sama, kegiatan dilakukan oleh seluruh anak sama dalam satu kelas). Perbedaan
kemampuan daya tangkap anak, membuat anak-anak tertentu dilabeli “bodoh” dan
“pintar”.
Padahal, setiap anak dianugerahi
potensinya masing-masing. Namun tak semua anak mampu mencerna materi dengan
pola belajar klasikal. Menghadapi perbedaan daya tangkap ini membuat sebagian
guru merasa gagal dalam mengajar.
Anak yang memiliki daya tangkap lemah,
belum tentu bisa anak tersebut dikatakan bodoh hanya karena kurang memahami
suatu masalah dalam mata pelajaran tertentu. Penulis percaya, anak tersebut
pasti ada kelebihan dan kekurangannya. Jangan mudah mencap anak, dan bilang
pada anak, kamu bodoh. Hal ini akan mempengaruhi pemikiran dan mental anak
tersebut.
Pertama, lihat dulu cara belajar anak
tersebut dan dukungan orang tuanya. Kadang anak tersebut mudah memahami suatu
pelajaran mungkin dengan cara bermain sambil belajar. Kadang ada anak mudah
memahami suatu pelajaran hanya dengan mendengar, dan kadang juga ada anak
melihat saja serta ada pula dengan mendengar, menyimak dan melihat.
Guru perlu melihat dalam faktor keluarga.
Terkadang dalam keluarga anak tersebut sudah semaksimal mungkin orang tuanya
berusaha untuk memberikan yang terbaik. Dalam hal ini makanya terjadilah
semacam bully yang didapatkan anak tersebut dalam suatu sekolah, yang mana anak
yang mempunyai daya tangkap yang cepat, langsung bilang pada temannya yang daya
tangkapnya kurang. Ada yang mengatakan anak tersebut bodoh. Ini akan membuat
mental si anak lemah dan tidak mau bangkit.
Dalam permasalahan ini, guru harus melihat
juga dahulu faktor yang menyebabkan anak tersebut lambat dalam memahami
pelajaran. Pertama, lihat dari segi perhatian anak tersebut, karena perhatian
manusia itu ada batasnya. Jika seseorang tidak memberikan perhatian yang cukup,
maka akan menjadi sebuah kesulitan memahami. Adapun kesulitan lainnya adalah memberikan
perhatian, tetapi terbagi perhatiannya dengan hal lain di saat bersamaan.
Hal lain yang juga harus diperhatikan
adalah masalah faktor kesehatan anak tersebut. Baik karena kelemahan tubuhnya,
maupun perhatian teralihkan ke bagian tubuhnya yang sedang sakit. Dalam hal ini
kadang seorang guru merasa gagal dalam mendidik dan mengajar. Untuk itu,
sebagai guru harus mengerti setiap kondisi anak didik yang notabene yang
mempunyai latar belakang yang berbeda pada.
Untuk itu, sebagai seorang guru, harus
bisa dan mengetahui dan juga memahami cara dan strategi menghadapi karakter anak
yang latar belakangnya berbeda. Guru perlu tips dan strategi yang bisa membawa
kepada kepercayaan diri pada anak tersebut.
Strategi dan tips yang pertama yang penulis
lakukan adalah, memahami karakteristik belajar anak karena anak memiliki karakteristik
yang berbeda-beda. Di sini, sebagai seorang guru harus mengenali satu per satu
siswanya terlebih dahulu untuk melihat gaya belajar apa yang cocok untuk anak
tersebut.
Ada gaya belajar visual, auditory dan
kinestetik, dengan mengetahui kitu, guru bisa memilih cara menyampaikan materi
yang disesuaikan. Tetapi apakah bisa mengajar siswa satu per satu? Tentu tidak,
pembelajaran masih berbasis klasikal secara umum, namun bisa menggunakan
variasi pembelajaran atau bisa mengkombinasikan visual, auditory dan
kinestetik.
Strategi yang kedua adalah tugas yang diberikan
lebih bervariatif. Biasanya, pemberian tugas untuk siswa lebih banyak dengan
latihan soal atau jenis-jenis tugas dengan output menulis. Di era teknologi sekarang,
anak-anak lebih tertarik dengan hal yang berkaitan dengan perkembangan
teknologi, minimal mereka bermain media sosial, atau sekedar menonton video
melalui platform Youtube.
Pemberian tugas bisa disesuiakan dengan
teknologi yang ada. Jika siswa diberikan tugas latihan soal matematika,
alangkah lebih variatif jika siswa diberikan soal matematika yang lebih sedikit
jumlahnya, tetapi diharuskan membuat video menjelaskan penyelesaian soal-soal
tersebut. Anak akan mengusahakan jawaban soalnya. Selain meningkatkan
kreativitas, tugas semacam ini juga mengembangkan rasa percaya diri dan
keberanian untuk tampil pada diri anak tersebut.
Strategi yang ketiga adalah komunikasi
dengan orang tua. Orang tua adalah orang terdekat bagi anak. Mereka mengetahui
lebih banyak tentang anaknya. Dengan demikian, guru bisa mengomunikasikan
tentang lambatnya anak dalam mencerna materi pelajaran.
Selain itu, guru bisa menanyakan
perilaku anak di rumah. seperti apa cara orang tua memperlakukan anak dan
bagaimana pendampingan belajarnya di rumah. Dengan mengetahui hal tersebut,
guru bisa memberikan arahan kepada orang tua. Memberikan arahan pada orang tua
bukan hal yang mudah jika anak tersebut berada di keluarga yang kurang harmonis,
atau dengan pola asuh permisif (anak dibiarkan semaunya). Tetapi cara ini cukup
membantu, orang tua akan lebih memperhatikan perkembangan anaknya.
Strategi yang selanjutnya adalah
berhenti melabeli anak. Guru pasti bangga memiliki siswa yang pintar, tanggap,
cerdas, kreatif dan percaya diri. Tetapi guru juga pasti selalu ingat dengan
siswa yang dianggap nakal, nilai akademis rendah dan pemalu.
Tidak salah mengingat mereka dengan kelebihan
dan kekurangannya, yang menjadi masalah ialah ketika guru melabeli siswanya di
mata umum. Biasanya hal ini terjadi ketika guru memberikan peringatan yang
menurunkan harga diri anak. Peringatan dan ujaran kekesalan dibalut menjadi
satu. (*)
Penulis: Halfitri Yanti (SDN 09 Simawang)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.