ANETRY.NET – Memimpin dengan cara mendengarkan dengan mata dan hati, ini yang penulis terapkan dalam menjalankan amanah yang telah diberikan pemerintah. Penulis telah menjadi kepala sekolah selama lebih kurang lima belas tahun.
Menjadi kepala sekolah di empat sekolah yang mempunyai
karakter penduduk berbeda-beda, tentu mempunyai kesulitan yang beragam pula. Berbekal
satu slogan ini yaitu ‘mendengarkan dengan mata dan hati’ yang artinya memimpin
itu bukanlah soal memerintah, tapi dimulai dengan memberi contoh nyata bukan
hanya teori semata.
Belajar untuk memahami dan melihat berbagai hal dari
sudut pandang orang lain, benar-benar penting untuk menjalin kerja sama dan
hubungan yang penuh rasa percaya untuk mencapai keberhasilan bersama. Berbicara
atau menyampaikan pesan dan perintah kepada seorang guru, penulis menempatkan
posisi sebagai guru dari dekat.
Ketahui kesulitan dan kelemahannya. Usahakan mencarikan
solusi persoalan yang dihadapi, sehingga merasa lebih dekat. Begitu juga kalau
berbicara dengan penjaga sekolah, penulis berusaha menempatkan diri sebagai
posisi penjaga, sehingga apa yang disampaikan mencapai sasaran.
Mendengarkan dengan mata dan hati, tidak dapat dilakukan
dari jauh. Seperti membaca laporan dan mendengar berita yang bukan langsung dari
sumbernya. Penulis berusaha mempelajari keunikan pribadi dari guru dan tenaga
kependidikan yang ada di sekolah.
Dengan mengetahui keunikan dari guru dan tenaga
kependidikan, maka akan memudahkan melakukan kerja sama dan menyampaikan
informasi. Dengan penulis memberi perhatian dan mendengarkan secara dekat
setiap hal yang terjadi di sekolah membuat penulis lebih diketahui dan dipahami
oleh orang-orang di sekolah.
Dengan mengenal lebih dekat rekan-rekan guru dan tenaga
kependidikan di sekolah, mereka juga berusaha membalas lebih mengenal penulis.
Dengan begitu, kerja sama dan kepercayaan terbangun dengan baik.
Penulis berusaha menerapkan dalam setiap kegiatan apapun
di sekolah mengambil keputusan bersama dengan melibatkan semua pendidik dan
tenaga kependidikan dengan menggunakan bahasa kita. Sehingga semua warga
sekolah merasa terlibat dan merasa punya kepentingan.
Jangan punya harapan orang bisa memahami, tanpa bisa
memahami orang lain. Dalam prosesnya, pemimpin akan memahami dengan baik,
bagaimana cara memberi pengakuan dan menghargai seseorang secara tulus, dan
dapat mengetahui siapa mereka, apa yang mereka sukai, serta apa yang mereka lakukan.
Mendengar dengan mata dan hati, lebih bersifat empati.
Empati adalah kemampuan untuk memahami seseorang atau sesuatu perspektif orang
lain (Axley, 1996). Ini adalah upaya tulus dan berkelanjutan untuk menghargai
bagaimana dan mengapa orang lain menafsirkan hal-hal tersebut, dan untuk
memahami sesuatu dengan cara orang memahami itu.
Atwater (1992) menggambarkan, mendengar dengan mata
sebagai mengalami orang lain dari dekat. Menunjukkan keinginan untuk memahami,
membantu untuk mempertahankan hubungan dengan dengan aktif.
Berbekal dengan moto mendengar dengan mata, dan
berprinsip memahami rekan rekan kerja, ini adalah modal penulis untuk dapat
menjalankan tugas kepemimpinan di empat sekolah dasar di kecamatan Rambatan.
Dari empat sekolah itu, tiga sekolah inti dari gugus yang berbeda. Jadi penulis
pernah menjadi ketua gugus dari tiga gugus di Kecamatan Rambatan.
Lebih berusaha memahami karakter rekan-rekan kerja dan
menyesuaikan. Sehingga seperti apapun lingkungan kerja, tidak menjadi hambatan
yang berarti. Pernah penulis alami di suatu gugus, semua kepala sekolahnya
laki-laki, dan penulis sendiri sebagai ketua gugus perempuan. Alhamdulillah
bisa berjalan kerja sama dengan baik dan lancar.
Memperlakukan orang dengan ramah, menyenangkan dengan
cara yang positif, serta memperhatikan kebutuhan dapat meningkatkan motivasi
kerja (Kouzes. 2002). Hal serupa juga terjadi ketika penulis melakukannya.
Penulis memberikan input dan masukan yang dibutuhkan rekan-rekan guru dan
tenaga kependidikan, jawaban yang responsif terhadap pertanyaan-pertanyaan,
umpan balik terhadap hasil kerjanya.
Kedua faktor itu, meningkatkan pembelajaran dan
memperbesar kemungkinan tercapainya kompetensi dan penguasaan serta menghalangi
pengulangan kesalahan atau kebiasaan-kebiasaan yang tidak efektif.
Emosi pemimpin bersifat menular. Dalam arti sebenarnya,
suasana hati merupakan virus sosial dan dapat tertular suasana hati. Jadi
penulis berkesimpulan dalam memimpin adalah menghadapi tantangan untuk
membentuk, menginspirasi, dan memotivasi orang yang dipimpin untuk mencapai
tujuan yang ingin dicapai.
Untuk bisa mencapai itu semua pemimpin perlu mendengarkan
dekat dekat, setiap persoalan dan keluhan-keluhan yang terjadi. (*)
Penulis: Shermi Gaos (Kepala UPT SDN 04
Balimbing Kec Rambatan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.