ANETRY.NET – Beberapa tahun terakhir, sepertinya istilah bullying ramai digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaan istilah bullying atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan perundungan, tidak hanya dijumpai pada kalangan siswa sekolah dasar, tetapi terjadi juga pada siswa SMP, SMA bahkan sampai ke perguruan tinggi.
Kasus
perundungan atau bullying, ada yang secara
verbal dikaitkan atau ditutupi dengan embel-embel bercanda atau guyonan. Tetapi membuat korbannya merasa tidak nyaman. Contoh
perundungan dalam skala atau intensitas yang besar, misalnya dikucilkan oleh orang-orang di sekolahnya
karena korban memiliki perbedaan tertentu, bisa karena fisik, kognitif bahkan
dari segi materi. Dan ada juga bullying
ini dilakukan dengan menyakiti tubuh korban, atau
menyakiti fisik korban.
Berkaca dari beragam kondisi perundungan dan
penyebab bullying tersebut, sepertinya
penting bagi untuk memahami lebih dalam mengenai bullying atau perundungan. Harapannya dengan
mengetahui lebih baik mengenai perundungan, semua pihak dapat menekan perilaku tersebut sehingga tidak ada
lebih banyak korban bullying lainnya
di luar sana.
Bullying dapat dikelompokkan ke dalam
beberapa kategori: Pertama, Bullying fisik merupakan jenis bullying yang kasat mata. Perilaku
ini bisa dilihat karena terjadi sentuhan fisik antara pelaku bullying dan juga
korbannya. Contoh dari bullying fisik adalah memukul, menarik baju, menyenggol
dengan bahu, menjewer, menjambak, menampar, memalak, melempar dengan barang,
menendang hingga meludahi.
Kedua, Bullying Verbal. Bullying
verbal dapat terdengar oleh telinga kita. Contoh dari bullying verbal adalah
menghina, memaki, meledek, mencela, meneriaki, menyoraki, mempermalukan di
depan umum, menyebar gosip, menuduh, menjuluki hingga memfitnah.
Ketiga,
Bullying Mental/Psikologis. Bullying
mental menjadi jenis bullying yang paling berbahaya. Sebab, hal ini tidak
tertangkap oleh mata dan telinga orang-orang di sekitarnya. Contoh dari
bullying mental adalah memandang sinis, mengucilkan, memandang penuh ancaman,
meneror, mendiamkan, hingga memelototi.
Dampak bullying dapat mengancam setiap
pihak yang terlibat, baik anak- anak yang di-bully, anak-anak yang mem-bully,
anak-anak yang menyaksikan bullying, bahkan sekolah dengan isu bullying secara
keseluruhan. Bullying dapat membawa pengaruh buruk terhadap kesehatan fisik
maupun mental anak. Pada kasus yang berat, bullying dapat menjadi pemicu
tindakan yang fatal, seperti bunuh diri dan sebagainya.
Dampak dari bullying adalah, depresi dan marah, juga rendahnya tingkat
kehadiran dan rendahnya prestasi akademik siswa, serta menurunnya skor tes kecerdasan (IQ) dan
kemampuan analisis siswa.
Bagi pelaku bullying atau pelaku perundungan, dampaknya adalah pelaku memiliki rasa percaya
diri yang tinggi dengan harga diri yang tinggi pula, pelaku cenderung
bersifat agresif dengan perilaku yang pro terhadap kekerasan, tipikal orang
berwatak keras, mudah marah dan impulsif, toleransi yang rendah terhadap
frustasi. Ia akan memiliki kebutuhan kuat untuk mendominasi orang lain dan kurang
berempati terhadap targetnya.
Dampak bagi siswa lain yang menyaksikan
bullying (bystanders). Jika bullying dibiarkan tanpa tindak lanjut, maka para
siswa lain yang menjadi penonton dapat berasumsi bahwa bullying adalah perilaku
yang diterima secara sosial. Dalam kondisi ini, beberapa siswa mungkin akan
bergabung dengan penindas karena takut menjadi sasaran berikutnya dan beberapa
lainnya mungkin hanya akan diam saja tanpa melakukan apapun dan yang paling parah
mereka merasa tidak perlu menghentikannya.
Cara menghadapi anak-anak yang menjadi pelaku bullying, 1) Dengarkan cerita versi mereka. 2) Soroti perilaku yang tidak pantas dan tidak dapat diterima dan ingatkan
mereka akan aturan dan pedoman anti-bullying yang dibuat di tingkat
sekolah/kelas. 3) Bantu mereka
dengan memahami alasan di balik perilaku bullying mereka
(seperti apakah mereka punya masalah di rumah, kurangnya perhatian,
pengalaman bullying sebelumnya, dll).
Kemudian, 4) Tunjukkan
empati dan kasih sayang dengan membagikan perasaan anak yang di-bully. 5)Terapkan konsekuensi tertentu untuk
membantu mereka belajar dari situasi ini. Konsekuensi yang diberikan harus
berhubungan dengan kesalahan mereka, tetap menghormati anak sebagai pelaku,
masuk akal dan logis, serta dapat diterima untuk mengajarkan anak agar
berperilaku lebih baik.
Selanjutnya, 6) Anak
harus memperbaiki kesalahannya. Misalnya, dengan meminta maaf kepada anak yang
di-bully, melakukan sesuatu yang baik padanya agar dia merasa lebih
baik, membantunya menyelesaikan sesuatu yang sedang dia kerjakan, memperbaiki
atau mengganti sesuatu yang mereka hancurkan atau curi, dll.
Berikut, 7) Menghargai
dan mengenali segala perubahan perilaku yang positif, termasuk mengakui
kesalahan. 8)
Jelaskan bahwa untuk
menerima hak di kelas/sekolah, mereka harus mematuhi peraturan. Hak tersebut
misalnya untuk berpartisipasi dalam acara sekolah, bergabung dalam ekskul,
perjalanan study tour, pelajaran olahraga, kegiatan pentas seni,
atau apa pun yang dianggap sesuai dan menarik oleh anak agar mereka tetap
berusaha berbuat baik. Serta, 9) Bicaralah
kepada orang tua mereka dan saling menyetujui rencana agar berbuat baik. (*)
Penulis: Evitrayanti, S.Pd.SD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.