ANETRY.NET – Nilai-nilai afektif pendidikan, sedikit demi sedikit mulai hilang dalam diri siswa akibat efek globalisasi dan modernisasi (Susanto, 2013).
Perilaku dan karakter
generasi muda cendrung mengabaikan nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi dan
mengakar dalam perilaku keseharian bahkan telah jauh dari nilai-nilai ke
Indonesianan yang penuh dengan kereligiusan, keramahtamaan, kerendahan hati,
kebersamaan, kejujuran, santun, gotong royong, ketika pendidikan dan teknologi
belum maju seperti saat ini. Nilai-nilai tersebut mulai tergerus oleh budaya
asing yang cendrung konsumerisme, individualistik, materialistik, sehingga
nilai karakter tersebut dianggap tidak lagi penting jika bertentangan dengan
tujuan yang ingin dicapai (Darmiyati, 2015).
Hal itu disebabkan
oleh hilangnya pendidikan karakter dalam dunia pendidikan baik dalam satuan pendidikan
keluarga maupun masyarakat (Sayektiningsih dkk, 2017). Penyebab siswa bisa
melakukan hal-hal di luar kewajaran, salah satunya adalah lingkungan.
Lingkungan yang abai terhadap pendidikan karakter siswa, akan berdampak negatif
pula bagi perkembangannya. Lingkungan keluarga dan masyarakat memiliki pengaruh
besar terhadap perilaku kriminal yang dilakukan oleh siswa-siswa (Ihsan, 2006).
Faktor lain yang
menyebabkan siswa melakukan perilaku menyimpang, selain lingkungan, adalah
kecanggihan teknologi, yang dirasakan oleh semua kalangan baik usia muda hingga
usia dewasa (Mastura & Santaria, 2020). Generasi kaum muda yang notebene
sangat erat dan kental dengan kecanggihan teknologi, seperti maraknya game online, ataupun game yang mudah diakses atau didownload pada smartphone berbasis Android (Garris, Ahlers, & Driskell, 2002;
Yee, 2006). Hal ini sudah tidak bisa dipungkiri bahwa teknologi dan manusia
saling membutuhkan.
Namun, teknologi bisa
menjadi dampak negative bagi pengguna terutama bagi siswa yang belum mengenal
bagaimana pengguna gadget dengan baik (Butler et al, 2014). Di sisi lain yang
akan terjadi adalah pengerusan karakter, etika sopan dan santun, jujur dan
disiplin sudah tidak diindahkan lagi (Husain & Walangadi, 2021).
Pendidikan di
Indonesia lebih menitik beratkan dan hanya diukur dari keunggulan ranah
kognitif, tatapi kurang menekankan ranah afektif dan moral (Uno &
Lamatenggo, 2016). Pendidikan karakter adalah nilai-nilai yang mengandung
sesuatu khas yang baik yakni mengerti nilai kebaikan, maupun berbuat baik, berkehidupan
baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan yang terpatri dalam diri dan
terwujud dalam perilaku.
Sebagaimana juga
dinyatakanoleh Lickona (2006 :56) dan Walker, et al (2013: 84) bahwa karakter
terdiri atas nilai-nilai kebaikan yang digunakan sebagai pedoman dalam
berprilaku. Nilai karakter merupakan salah satu Upaya dalam membentuk siswa
secara utuh (holistik), yaitu mengembangkan siswa dari aspek fisik, emosi,
sosial, kreativitas, dan intelektual secara optimal (Beachum,et. al, 2015).
Pengintegrasiaan pendidikan
nilai karakter pada setiap pembelajaran menjadi sangat penting demi kesiapan
siswa dalam menghadapi setiap permasalahan dalam kehidupannya (Bahtiar, 2017).
Penanaman nilai-nilai karakter yang bertumpu kepada strategi tunggal sudah tidak
memadai sebagai strategi dan cara penyampaian nilai-nilai karakter kepada siswa
(Revell & Arthur, 2007).
Leslie &
Grier(2012) dan Lickona (2006) mendapati bahwa di antara keberhasilan penerapan
nilai-nilai karakter kepada siswa dapat dilaksanakan melalui multi pendekatan,
di antaranya adalah : melalui media atau alat-alat permainan tradisional yang
dekat dan sudah familiar oleh siswa.
Permainan tradisional
memiliki ciri unsur tradisi, dan berkaitan erat dengan kebiasaan atau adat
suatu kelompok masyarakat tertentu. Bukan hanya sebagai permaian namun juga
memiliki nilai-nilai karakter dan unsur-unsur nilai budaya yang terkandung di
dalamnya (Purwanungsih, 2006). Unsur nilai budaya yang terkandung dalam
permainan tradisional adalah nilai kesenangan atau kegembiraan, nilai
kebiasaan, rasa berteman, nilai demokrasi, nilai kepemimpinan, rasa tanggung
jawab, nilai kebersamaan dan saling membantu, nilai kepatuhan, melatih cakap
dalam berhitung, melatih kecakapan berpikir, nilai kejujuran dan sportivitas.
Setiap permainan
tradisional menampilkan sisi tersendiri untuk perkembangan kecerdasan siswa
baik kecerdasan intelektual, spiritual maupun emosional. Fungsi permainan
tradisional di antaranya perkembangan fisik motorik siswa, pembentukan
karakter, sebagai salah satu cara untuk menstimulus keterampilan sosial pada
siswa usia dini, kecerdasan siswa. Seperti yang kita ketahui bahwa permainan
tradisional berpengaruh dalam pembentukan karakter (Aqobah dkk, 2020).
Permainan tradisional
dapat membantu siswa dalam keterampilan sosial. Melalui permainan, siswa dapat
mengekpresikan dirinya, sehingga akan melahirkan berbagai kreatifitas dan
keterampilan yang kelak dapat menunjang keberhasilan dalam kehidupan seperti
dapat melatih kepemimpinan, Kerjasama, kedisiplinan, kejujuran dan kemandirian.
Indonesia merupakan
salah satu negara dengan jumlah suku, tatanan adat, Bahasa dan kebudayaan
Masyarakat terbanyak di dunia. Hebatnya, pada setiap Masyarakat tersebut
terdapat pula berbagai jenis budaya dan permainan rakyat yang berbeda-beda.
Setiap daerah memiliki cara yang berbeda untuk membentuk karakteristik siswa
menyesuaikan dengan kebudayaan yang berlaku dan berkembang di daerahnya
masing-masing.
Sumatera Barat adalah
salah satu provinsi di Indonesia yang kaya akan warisan budaya dan tradisi.
Salah satu aspek budaya yang dapat dimanfaatkan untuk membentuk karakter siswa
adalah dengan permainan tradisional. Salah satu permainan tradisional yang khas
dari Sumatra Barat adalah Cak Bur. Permainan ini tidak hanya memberikan hiburan
semata, tetapi juga memiliki potensi untuk membentuk karakter siswa dengan
berbagai nilai positif.
Permainan ini disebut
Cak Bur, karena pada saat permaian dimulai penjaga mengatakan “Cak” dan Ketika
permainan berakhir pemain mengatakan “Bur”. Permainan ini dilakukan oleh 2 tim
yang dimana setiap tim terdiri atas beberapa orang. Salah satu tim bertugas
untuk penjaga garis dan satu tim bertugas sebagai penerobos.
Permainan tradisional
yang dilakukan dengan jumlah yang banyak dengan kata lain dilakukan secara
berkelompok. Akan tetapi banyak generasi sekarang yang tidak mengenal permainan
ini dikarenakan lebih banyak berdampingan dengan gadget atau gawai.
Terdapat beberapa
nilai-nilai karakter yang bisa diterapkan dalam permainan Cak Bur, nilai-nilai
karakter tersebut di antaranya : kejujuran, keuletan, menghargai, ketelitian,
kerja keras dan nilai lainnya. Permainan ini dilakukan secara kelompok untuk
menimbulakn rasa demokrasi antar teman main dan alat permainan yang digunakan
relative sederhana.
Dalam mengintergrasikan
Cak Bur ke dalam Pendidikan, pendidik perlu merancang kegiatan yang meransang
pengalaman belajar yang mendalam. Ini dapat melibatkan refleksi setelah
permainan, diskusi tentang nilai-nilai yang diambil dari permainan, serta
menghubungkan pengalaman bermain dengan situasi kehidupan nyata di luar
permainan. (*)
Referensi
1.
Almabruri, M. L., Kholifah, N. M.,
& Jannah, (2020). Pendidikan dan Budaya.
Jurnal Ilmiah Al-Hadi, 5(2), 142-154.
2.
Yuliananingsih, H. R. (2021). Menggali Nilai- Nilai Karakter dalam Permainan
Tradisional. Edukasi: Jurnal Pendidikan, 19(1).
3.
Beachum, F. D., et.al. (2015). Support and importance of character
education: pre service teacher perceptions. Journal of Education and Practice,
11(3), 34-42.
Penulis: Ririn Karnila,
S.Pd (UPT SD Negeri 15 Rambatan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.