Jakarta, Anetry.Net – Dunia terus berubah. Perkembangan teknologi informasi dan transformasi digital menghadirkan tantangan bagi relevansi produk yurisprudensi Islam atau yang dikenal dengan fikih. Banyak persoalan baru yang harus direspons, antara lain terkait “Digital Humanity and Islamic Law”.
Beragam persoalan ini akan dibahas
bersama oleh para ulama jebolan pondok pesantren, akademisi perguruan tinggi
Indonesia, dan sejumlah intelektual asing dalam forum Annual Conference on Islamic Studies (AICIS) Tahun 2023.
“AICIS 2023 mengangkat tema besar "Recontextualizing Fiqh for Equal
Humanity and Sustainable Peace". Ini sebagai upaya menghasilkan
rumusan agar praktik keberislaman terus relevan dengan kebutuhan global,
khususnya dalam konteks kedamaian, keharmonisan, kesejahteraan kehidupan
manusia, termasuk transformasi digital,” terang Direktur Jenderal Pendidikan
Islam Kemenag Ali Ramdhani, di Jakarta, Sabtu (29/4).
AICIS 2023 bertujuan mengembangkan
perspektif dan merumuskan konsep baru fikih terkait kemanusiaan universal,
kemanusiaan digital, dan perdamaian global. Juga, mempromosikan best practices keberagamaan di Indonesia
pada kemanusiaan universal dan perdamaian global,” sambung pria yang juga akrab
disapa Kang Dhani.
Dari kalangan pesantren, hadir antara
lain KH. Dr. (HC) Yahya Cholil Tsaquf (Ketua Umum PBNU/Pengasuh Pesantren
Raudlatut Thalibin, Rembang), KH. Dr. (HC). Afifuddin Muhajir (Pengasuh
Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Situbondo), dan KH. Dr. Muhammad Nahe’I, MA
(alumni Ma'had Aly dan Institut Agama Islam Ibrahimy Situbondo).
“Pendidikan fikih strategis dalam rangka
menanamkan fikih ke dalam masyarakat muslim. Kehadiran ulama pesantren sangat
penting karena pesantren terbukti menjadi lembaga pendidikan yang mampu
menyiapkan ahli-ahli fikih yang mumpuni. Pendidikan fikih di pesantren layak
dijadikan model dalam pendidikan fikih di Nusantara bahkan dunia,” jelas Dhani.
Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan
Islam Ahmad Zainul Hamdi menambahkan, kemanusiaan digital menjadi salah satu
tema penting yang relevan dikaji.
"Dunia saat ini dihadapkan pada
anomali seiring kemajuan informasi dan teknologi. Selain kemudahan, era digital
juga membawa banyak masalah, mulai dari perlindungan privasi, pencemaran nama
baik, kebebasan berpendapat dan berekspresi di media sosial," ujar Inung,
sapaan akrabnya.
Topik relevan lainnya, lanjut Inung,
berkenaan dengan pemasaran digital (bisnis
online), anti-plagiarisme, penggunaan teknologi kecerdasan buatan dalam
penyelesaian sengketa hukum Islam di pengadilan agama.
Selain itu, katanya, dibahas juga peran
lembaga keagamaan dalam melawan kekerasan dalam rumah tangga di era digital,
memberdayakan kepala rumah tangga perempuan melalui konsep mubadalah dalam
pemberdayaan ekonomi, dan menganalisis perspektif hukum Islam tentang kejahatan
siber.
“Fikih harus berkontribusi dalam
menyelesaikan masalah-masalah kontemporer di era digital ini. Konsep keseimbangan
antara hak dan kewajiban, menjaga kehormatan dan melindungi privasi di domain
publik dalam wacana fikih perlu dikembangkan menjadi paradigma baru dari
kemanusiaan digital,” paparnya. (kemenag)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.