Saatnya Berempati, Melihat Guru Mengajar di Sekolah Tak Biasa - Ane Try | Literacy Influencer

Info Terkini

Post Top Ad


Rabu, 19 April 2023

Saatnya Berempati, Melihat Guru Mengajar di Sekolah Tak Biasa

Wajo, Anetry.Net – Sajadah dilipatnya usai salat subuh. Gelap dan dingin masih menyelimuti desa Salomenraleng, Kabupaten Wajo kala itu. Namun lelap, tak boleh berlanjut bagi para guru di SD Negeri 20.  Termasuk bagi Syahrir, Kepala Sekolah Dasar Negeri yang berada di tengah danau Tempe.

 


Bagi Syahrir, kata-kata bijak Buya Hamka menjadi pegangannya: "Anak lelaki tak boleh dihiraukan panjang, hidupnya ialah buat berjuang. Kalau perahunya telah dikayuh ke tengah, dia tidak boleh surut pulang. Meskipun besar gelombang, biarkan kemudi patah, biarkan layar robek, itu lebih mulia daripada membalik haluan pulang."

 

Pagi buta itu, Syahrir menagih janji para guru. Giliran siapa yang akan berlayar, mengantar keceriaan sembari menabur ilmu di kepala mungil anak didiknya di hari itu. "Ini panggilan jiwa kami, sebagai kepala sekolah dan guru untuk memberikan pelayanan maksimal," kata Syahrir seperti dilansir Medcom.id, Sabtu pekan lalu.

 

Syahrir bersama sembilan guru di sekolah tersebut mengemban tugas tak biasa.  Yakni mengajar anak didik yang bersekolah di atas bangunan panggung itu. Sekolah itu memang dirancang khusus berbentuk panggung, agar tetap kokoh ketika memasuki musim hujan hebat.  Sebab saat musim itu datang, akses ke sekolah itu biasanya akan tertutup air.

 

Tak tanggung-tanggung, air bisa naik selama enam bulan lamanya.  Alhasil, air yang tingginya bisa mencapai dua meter itu dapat menjadi penghambat akses siswa ke sekolah.

 

Pada masa air naik itulah, sejumlah masalah pun bermunculan. "Karena terendam begitu, maka anak-anak ke sekolah menggunakan perahu. Kadang menggunakan perahu orang tua, kadang perahu tetangga mereka, kadang juga perahu sekolah yang datang menjemput," kata Syahrir.

 

Namun perahu-perahu itu kadangkala memang tak jua dapat berlabuh di sekolah. Tumbuhan eceng gondok yang  mengapung di atas air pun jadi penghalang lambung perahu untuk merapat ke sekolah.

 

Berputar sedemikian rupa pun seolah sia-sia.  Kendala menjadi berlipat ganda. Akibatnya, perahu-perahu siswa lebih sering terikat di pasar terapung atau mengapung menanti ikan bagi orang tua siswa yang kebanyakan berprofesi sebagai nelayan ini.

 

"Oh ini enggak bisa. Ini harus diantisipasi. Meski banyak yang bilang, ini sudah kejadian bertahun-tahun. Tapi saya tetap enggak bisa terima dengan kondisi ini. Harus ada action," terang Syahrir. Kemudian ia bertanya kepada para guru. "Sekolah punya perahu kan? Ya sudah siapkan perahu, data siswa yang terdekat rumahnya," lanjutnya.

 

Para guru pun bertanya-tanya, apa kiranya yang akan dilakukan pria penggemar film Iron Man tersebut. Dalam benak guru, kata Syahrir, tak pernah terbayangkan sebelumnya jika mereka akan diminta untuk berlayar ke rumah siswa. Membentang 'layar' agar siswa dapat belajar.

 

"Jadi saya bilang, siapkan saja bukunya. Loh ditanya kita mau ke sana ya pak? Ya siapkan. Kemudian materi hari ini apa? Siklus hujan. Ambilin alat peraganya. Kelas satu apa? Jenis-jenis ikan. Saya siapkan semua di perahu. Kemudian kami ke sana," terang Syahrir.

 

Alur proses belajar mengajar kala itu berubah nyaris 180 derajat dari musim kemarau. Di musim penghujan, Syahrir terpaksa membangun sistem 'guru kunjung'. (medcom)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Post Top Ad