Pekalongan, Anetry.Net – Potensi filantropi Islam Indonesia yang meliputi zakat, infak, sedekah, dan dana keagamaan sosial keagamaan lainnya (ZIS-DSKL) sangat fantastis (sekitar 327 trilyun/tahun).
Namun dalam kenyataan di lapangan,
aktualisasinya masih jauh dari sempurna (22,4 trilyun pada tahun 2022). Apa
masalahnya?
Menurut Kamaruddin Amin (Dirjen Bimas
Islam), ada beberapa tantangan pengelolaan ZIS-DSKL. Pertama, tingkat literasi
umat terkait ZIS-DSKL masih rendah, yang memiliki literasi tentangnya pun masih
permukaan.
Kurikulum lembaga pendidikan kita belum
menyiapkan cukup literasi bagi para peserta didiknya. Hanya 15 % literasi
masyarakat tentang ZIS-DSKL bersumber dari lembaga pendidikan.
Yang menarik, sumber literasi umat
terbesar tentang ZIS-DSKL adalah dari ceramah keagamaan (48,8 %); penceramah,
ulama, penyuluh, muballig (aktivitas keagamaan non formal). Selebihnya dari
medsos, media elektronik, keluarga, dan lainnya.
Kedua, pengumpulan zakat belum
sepenuhnya dikelola secara kelembagaan. Sebanyak 11 % masyarakat menyalurkan
zakatnya langsung kepada mustahiq; 1,2 % kepada tokoh agama; 2,0 % kepada
yayasan; 2,0 % kepada pesantren; 22,6 % ke masjid dan musalla; 4,5 % ke UPZ;
7,2 % ke LAZ; dan 49,4 % ke BAZNAS.
Ketiga, kata Kamaruddin, tata kelola
yang belum sempurna dan masih perlu penguatan dalam pengawasan syariah, audit
syariah, audit keuangan, pelaporan pengumpulan dan pendistribusian, publikasi
laporan keuangan, penguatan dewan pengawas syariah, peningkatan kompetensi amil
dan akreditasi kelembagaan.
Selanjutnya yang keempat, ekosistem
pengelolaan zakat walau sudah cukup lengkap, masih perlu penguatan. Perintah
Al-Quran dan sunnah tentang kewajiban zakat tak perlu lagi dijelaskan di sini. (*/ist)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.