ChatGPT Bisa Dorong Percepatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa - Ane Try | Literacy Influencer

Info Terkini

Post Top Ad


Minggu, 26 Maret 2023

ChatGPT Bisa Dorong Percepatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa


Jakarta
, Anetry.Net
– Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Nadia Fairuza mengatakan penggunaan artificial intelligence (AI) dalam bentuk aplikasi ChatGPT mendorong semakin besarnya urgensi penguasaan kemampuan berpikir kritis atau critical thinking memadai di kalangan siswa.

 

ChatGPT adalah robot atau chatbot berbasis kecerdasan buatan yang mampu melakukan percakapan dan memberikan jawaban terhadap kebutuhan serta pertanyaan penggunanya.

 

GPT merujuk pada Generative Pre-Trained Transformer di mana chatbot akan memberikan jawaban persis manusia di saat pengguna mengirimkan perintah atau pertanyaan. Jawaban yang diberikan berbentuk teks otomatis.

 

“ChatGPT memberikan kemudahan bagi siswa untuk proses belajarnya. ChatGPT dapat membantu mereka untuk memahami materi pembelajaran melalui jawaban-jawabannya. Akan tetapi, sangat penting menggunakan critical thinking skills untuk menggunakan ChatGPT secara produktif dan tepat,” kata Nadia dalam keterangan pers, Rabu lalu.

 

Dia mengatakan critical thinking bisa menjadi fondasi siswa untuk menggunakan ChatGPT secara produktif, yaitu bijak menyeleksi dan menggunakan jawaban yang dihasilkan ChatGPT untuk membantu mereka dalam proses belajar. ChatGPT hanya merupakan salah satu inovasi teknologi yang salah satunya berdampak pada sektor pendidikan.

 

Pengembangan kemampuan berpikir kritis akan membantu siswa mencerna dan memanfaatkan konten-konten yang mereka temui. Nadia menyebut ketimbang melarang, yang lebih penting ialah bagaimana sekolah dan guru-guru memberikan materi terkait literasi digital dan memperkenalkan AI kepada siswa dengan lebih masif.

 

Sehingga, siswa menjadi lebih tahu apa saja yang diperbolehkan dan tidak boleh dengan menetapkan koridor. Nadia menuturkan koridor ini penting karena ChatGPT atau language model platform dapat digunakan untuk kecurangan akademis, seperti plagiarisme berbasis kecerdasan buatan.

 

“Jadi, memang lebih baik sekolah memperkenalkan teknologinya seperti apa memberikan koridor atau mungkin ruang untuk apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dan kemudian ya bisa evaluasi dari peraturan yang dibuat oleh sekolah dan guru tersebut,” ujar Nadia.

 

Nadia menilai kekhawatiran terkait plagiarisme dan berbagai praktik kecurangan dalam pendidikan dengan bantuan kecerdasan buatan kurang beralasan. Sebab, praktik serupa, misalnya joki ujian sudah berlangsung jauh sebelum ada ChatGPT.

 

Dia mengusulkan ketimbang melarang, pemerintah sebaiknya fokus pada kebijakan yang bertujuan memfasilitasi atau bahkan memperkenalkan ChatGPT sebagai bentuk perubahan teknologi yang masuk ke sektor pendidikan. Nadia mengatakan disrupsi teknologi pada sektor pendidikan akan terus terjadi sehingga kemunculan satu demi satu inovasi tidak perlu dikhawatirkan.

 

Nadia mengatakan di satu sisi kita perlu terbuka terhadap teknologi. Namun, kita juga mesti tetap mengembangkan skill-skill yang tidak akan tergantikan oleh teknologi, seperti skill berpikir kritis.

 

“ChatGPT ini juga dapat menjadi cambuk bagi sektor pendidikan untuk terus berbenah dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang terlibat di dalamnya,” tutur Nadia.

 

Dia menyebut cara mengembangkan kemampuan berpikir kritis merupakan respons adaptif untuk mengakomodasi teknologi dengan cara produktif. Sehingga, pada akhirnya akan berdampak baik terhadap students outcome. (medcom)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Post Top Ad