Jakarta, Anetry.Net – Advokasi dalam rangka meluruskan miskonsepsi pembelajaran yang umum ditemukan di PAUD dan SD kelas awal, perlu dilakukan.
Di lapangan, di mana masih diberlakukannya tes calistung ataupun ujian kelulusan
di PAUD, serta pemaknaan literasi numerasi yang sempit, adalah kondisi yang
banyak dirasakan oleh peserta didik SD terutama yang tidak pernah melalui
pendidikan di PAUD.
Di sisi lain, advokasi juga penting
untuk mendorong suksesnya implementasi enam aspek kemampuan fondasi yang perlu
diasah di PAUD dan SD. Kemampuan fondasi ini dibentuk melalui struktur
kurikulum PAUD dan kurikulum pendidikan dasar.
Adapun enam kemampuan fondasi anak yaitu
pertama,
mengenal nilai agama dan budi pekerti; kedua, keterampilan sosial dan bahasa untuk
berinteraksi; ketiga, kematangan emosi untuk kegiatan di lingkungan belajar; keempat, kematangan
kognitif untuk melakukan kegiatan belajar seperti kepemilikan dasar literasi
dan numerasi.
Sementara itu yang
kelima, pengembangan keterampilan motorik dan perawatan
diri untuk berpartisipasi di lingkungan belajar secara mandiri; dan yang keenam adalah
pemaknaan terhadap belajar yang positif.
Ketua Bidang 1 OASE KIM dan Ketua Umum
DWP Franka Makarim mengatakan, penguatan proses pembelajaran serta transisi peserta didik PAUD ke
SD yang berfokus pada pembinaan kemampuan fondasi anak secara utuh, tidak hanya
sekadar akademik.
Kebijakan ini sejalan dengan misi yang
diampu Bidang 1 OASE KIM yakni menguatkan ragam program terkait pengasuhan dan
pendidikan karakter yang ada di Indonesia.
“Setiap anak memiliki hak untuk dibina
agar kemampuan yang diperoleh tidak hanya kemampuan kognitif, tetapi juga
kemampuan fondasi yang holistik sehingga kelak mereka akan memberi dampak
positif bagi bangsa dan negara. Oleh karena itu, dengan adanya kebijakan transisi
PAUD-SD yang menyenangkan ini, mari kita saling mengadvokasi sekitar kita agar
kebijakan ini bisa dijalankan bersama secara utuh dan berkesinambungan,” ujar
Franka Makarim
Ia juga mendorong para orang tua untuk memegang teguh proses pembelajaran
yang menyenangkan bagi anak.
Selanjutnya, selaku Penasihat DWP
Kementerian Agama, dan anggota bidang 1 OASE KIM, Eny Retno mengatakan, program ini memiliki
kesamaan tujuan dengan gerakan yang ingin memastikan setiap peserta didik
mendapatkan pembinaan kemampuan fondasi yang utuh.
“DWP Kemenag memiliki program pendidikan
inklusif yang menekankan pada kolaborasi dan koneksi antarpimpinan satuan
pendidikan, guru, orang tua, dan profesional serta pemegang kebijakan dalam
menyediakan dukungan kepada peserta didik untuk mendapatkan pendidikan yang
berkualitas,” tutur Eny. (SP)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.