Jakarta, Anetry.Net – Pelibatan publik dalam melestarikan cagar budaya yang inklusif dan berkelanjutan di Indonesia menjadi salah satu elemen penting.
Hal tersebut disampaikan Direktur
Jenderal Kebudayaan (Ditjenbud) Kemdikbudristek Hilmar Farid, saat memberikan
arahan dalam seminar nasional bertajuk “Sinergi Penetapan dan Pelestarian Cagar
Budaya” di Jakarta, Jumat (10/2) lalu.
Hilmar menambahkan, acapkali generasi
muda saat ini menganggap cagar budaya merupakan bagian dari sejarah zaman dulu
sehingga diperlukan inovasi ataupun pendekatan khusus.
“Pelibatan publik terutama generasi muda
menjadi kunci keberhasilan dalam pelestarian cagar budaya, yang tidak hanya
memberikan hiburan namun juga menjadi sarana membawa manfaat kesejahteraan
untuk masyarakat di sekitar cagar budaya,” tutur Hilmar.
Pada kesempatan yang sama saat sesi
diskusi, Ketua Tim Ahli Cagar Budaya Nasional, Junus Satrio Atmojo, mengatakan
bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya yang diperoleh secara turun
menurun.
“Jika berkunjung ke cagar budaya, di
situlah adanya kontak batin (chemistry)
serta timbul perasaan ingin merasakan hal yang terjadi di masa lalu,” tuturnya.
Junus melanjutkan, sebagai warisan
budaya masa lalu, cagar budaya menyimpan banyak informasi. “Pada prinsipnya
upaya pelestarian cagar budaya dimaksudkan untuk menjaga dan mempertahankan
informasi ini dengan cara mempertahankan eksistensinya,” katanya.
Direktur Utama PT. Peruri Properti,
Indra Setiadjid menceritakan praktik baik revitalisasi cagar budaya pabrik
percetakan dan gudang penyimpanan uang milik PT. Peruri di Kawasan Blok M
Jakarta menjadi ruang kreatif masyarakat M Bloc.
“Kondisi kumuh area rumah dinas dan
gudang penyimpanan PT. Peruri yang telah didirikan sejak tahun 1971 membutuhkan
biaya pemeliharaan yang cukup besar, hingga pada awal tahun 2022, PT. Peruri
melakukan revitalisasi area tersebut dengan konsep adaptif menjadi ruang publik
kreatif terutama untuk generasi muda dan berdampak dengan meningkatnya nilai
kawasan di sekitarnya,” tutur Indra.
Senada dengan itu, narasumber lainnya,
Direktur Utama PT. Ruang Riang Milenial, Handoko Hendroyono, mengungkapkan
bahwa kawasan Blok M setelah kehadiran M Bloc membawa kultur kreatif.
“M Bloc tidak hanya sekadar menjadi
tempat menghabiskan waktu biasa, namun waktu yang berkualitas. Partisipasi
publik sangat penting, saya kerap melihat anak-anak muda yang mengunjungi M
Bloc mengenakan busana daerah semisal kebaya, hal itu menunjukkan mereka
menghargai budaya,” ujar Handoko.
Wali Kota Semarang, Hevearita G. Rahayu,
berbagi praktik baik mengenai revitalisasi cagar budaya Kota Semarang Lama. Ia
menyampaikan apresiasi atas kolaborasi pemerintah pusat dan daerah sehingga 4
situs Kawasan Semarang Lama sudah mulai eksis aktivitas budayanya.
“Pasca penetapan status cagar budaya,
kami telah melakukan proses revitalisasi atas Kawasan Semarang Lama yang
terdiri dari situs Kampung Melayu, Kampung Kauman, Pecinan, dan Kota Lama (Oudestad). Selanjutnya, kami mengadakan
berbagai aktivitas budaya yang melibatkan publik seperti peragaan busana,
pameran batik langka dan sajian kuliner lewat pemanfaatan bangunan yang tidak
terpakai di kawasan tersebut,” urai Hevearita.
Seminar nasional yang diselenggarakan
oleh Direktorat Pelindungan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan,
Kemendikbudristek, dimaksudkan untuk menyamakan persepsi dan kesatuan komitmen
yang sinergis bahwa pelestarian cagar budaya merupakan tanggung jawab seluruh
pemangku kepentingan terkait.
“Cagar budaya merupakan wahana yang
tidak hanya inklusif tapi juga seyogyanya menjadi wahana edukatif,” pungkas
Direktur Pelindungan Kebudayaan, Judi Wahjudin mengakhiri seminar. (SP)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.