Kolusi untuk Sebuah Predikat, Pendidikan Karakter Mana Lagi yang Bisa Diharapkan? - Ane Try | Literacy Influencer

Info Terkini

Post Top Ad


Kamis, 16 Februari 2023

Kolusi untuk Sebuah Predikat, Pendidikan Karakter Mana Lagi yang Bisa Diharapkan?


Jakarta, Anetry.Net
– ‘Anda sebagai juri, harus ingat anak-anak kita.’ Demikian sebut seorang pimpinan di sekolah negeri rimba belantara itu mengingatkan salah seorang guru yang akan menjadi juri lomba pada salah satu iven tingkat kampung.

 

Kalau si A, katanya ngikutin kamu aja, dia mah gampang orangnya.’ Timpal salah seorang rekannya yang lain ikut memberi semangat agar pesan ‘penting’  Sang Pimpinan barusan dilaksanakan.

 

Briefing menjelang siang itu bubar setelah ditetapkan siapa pendamping dan apa saja tugas masing-masing untuk keesokan harinya pada pelaksanaan lomba.

 

Itulah suasana di salah satu wilayah pelosok yang masih berkutat dengan budaya tipu-tipu dan menghalalkan segala cara demi meraih prestasi, walau hanya di tingkat kampung se-rimba belantara, yang bagi orang lain di luar sana bukanlah hal penting.

 

Budaya tidak sportif alias tipu-tipu yang sekeluarga dengan kongkalingkong atau kolusi itu, ternyata masih saja mewarnai dunia ini. Tak terkecuali pada dunia pembangunan manusia itu sendiri.

 

“Kita melihat ini sudah mengakar di sebagian tempat. Karakternya sudah terbentuk. Apapun dilakukan dengan proses like and dislike, yang berkuasa yang menang. Seperti hukum rimba saja,” demikian ungkap pimpinan lembaga Pusat Pengkajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (P3SDM) Melati, Nova Indra, yang menanggapi selentingan negatif tentang kabar lomba yang jurinya sudah diseting sedemikian rupa.

 

Menurutnya, entah pendidikan karakter mana yang akan berhasil di negeri ini bila para ‘tukang transfer’ pengetahuan dan karakter itu sendiri sudah ‘rusak’ lebih dulu.

 

“Tidak ada lagi harapan untuk menjadi lebih baik. Hancur sudah pembangunan karakter generasi kita ke depan bila diisi oleh mereka-mereka seperti kisah di atas,” sambungnya.

 

Dunia pendidikan, lengkap dengan pembudayaan alias pembiasaan hal-hal positif, kadang memang rusak dari dalam.

 

“Kata orang tua zaman dulu, ikan itu busuk dari kepala. Kalau sudah demikian, jangan harap ada kebaikan yang akan kita dapatkan di kemudian hari. Semua dihalalkan, kecurangan, kolusi, nepotisme, melahirkan bibit-bibit koruptif di segala bidang,” paparnya.

 

Menurutnya, terlalu sulit untuk berharap  bagaimana pembangunan manusia seutuhnya bila ditangani oknum yang rusak mental, tanpa peduli aturan dan tidak memiliki ‘rasa’ yang baik. (Penulis: NITM/ilustrasi: Google Images)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Post Top Ad