Jakarta, Anetry.Net – Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) catat sejumlah hal yang perlu dievaluasi sepanjang 2022.
“Pandemi covid-19 semakin menunjukkan
mendesaknya kebutuhan akan digitalisasi pendidikan. Digitalisasi diperlukan
untuk mewujudkan sistem pendidikan resilien di mana semua anak dapat tetap
mengakses haknya untuk belajar dalam situasi apa pun,” kata peneliti CIPS Nadia
Fairuza Azzahra dalam keterangan tertulis, Kamis lalu.
Nadia menekankan digitalisasi pendidikan
perlu dilakukan efektif dan meningkatkan kualitas pendidikan dengan
memperhatikan kemampuan guru dan siswa, ketersediaan jaringan, dan perangkat.
Dia menyebut pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ) tidak
sempurna.
Tetapi, PJJ menunjukkan berbagai
permasalahan yang perlu diselesaikan untuk memastikan akses semua anak kepada
pendidikan. Dia mengatakan PJJ menunjukkan kesenjangan digital atau digital
divide antardaerah.
Lalu, masih kurangnya pelatihan yang
dapat membantu guru membangun kompetensi dan kepercayaan diri mereka dalam
mengintegrasikan perangkat keras dan perangkat lunak ke dalam kegiatan mengajar
mereka. Serta masih rendahnya tingkat literasi digital di kalangan siswa dan
guru.
Nadia menyebut Kemdikbudristek perlu
memperkuat kerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi
(Kemenkominfo) terkait pembangunan infrastruktur digital yang memungkinkan
pelaksanaan PJJ di masa mendatang.
Pelibatan swasta juga dapat dijadikan
pilihan mengingat pembangunan infrastruktur digital membutuhkan anggaran tidak
sedikit. Nadia mengatakan melibatkan swasta berarti keduanya dapat berbagi
sumber daya yang memungkinkan cakupan program menjadi lebih luas.
“Selain itu, permasalahan literasi
digital yang masih rendah juga perlu segera ditangani dengan mengintegrasikan
kompetensi ini ke dalam kurikulum,” tutur Nadia.
Dia menyebut literasi sangat dibutuhkan
sebagai bagian dari soft skill yang mendukung cara berpikir kritis dan
memecahkan masalah.
Hal yang juga perlu dievaluasi ialah
mekanisme legislasi RUU Sisdiknas. Nadia menuturkan proses legislasi transparan dan
mempertimbangkan aspirasi berbagai pihak, terutama di antaranya guru, orang
tua, dan siswa perlu menjadi prioritas demi terciptanya undang-undang yang
mewakili kepentingan bersama dan fokus pada peningkatan kualitas pendidikan.
“Mekanisme legislasi RUU Sisdiknas perlu
melibatkan banyak pihak dan dijalankan dengan lebih transparan. Proses ini
perlu menyediakan ruang bagi berbagai stakeholders untuk mengungkapkan
pendapat,” tutur dia.
Selanjutnya, pelaksanaan Kurikulum
Merdeka. Nadia mengatakan ide besar Kurikulum Merdeka sangat baik karena
memberikan keleluasaan kepada guru dan siswa mempersonalisasi pembelajaran dan
merupakan langkah menuju kebebasan memilih lebih luas dalam pendidikan.
“Namun, lebih banyak dukungan teknis
diperlukan untuk memberdayakan otonomi ini dan untuk secara efektif
memanfaatkan alat dan sumber daya yang disediakan,” papar dia.
Nadia menyebut kompetensi guru yang
kurang memadai ini juga yang memengaruhi implementasi Merdeka Belajar selama
pandemi. Perubahan mendadak dari penggunaan teknologi selama PJJ menjadi
mengajar tatap muka, menyebabkan guru-guru kesulitan melakukan pembelajaran
efektif akibat masih belum optimalnya penguasaan kompetensi dalam menggunakan
teknologi.
Selain itu, minimnya akses internet dan
gawai pintar terutama bagi guru-guru di daerah rural Indonesia juga menjadi
penghalang. Beban kerja guru-guru juga semakin berat selama masa pandemi karena
tugas-tugas tambahan mulai dari menyiapkan konten pembelajaran daring hingga
melayani pertanyaan dari siswa dan orang tua. (medcom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.