Menyeimbangkan Kewarasan, Bukan Menampilkan Perilaku Memalukan - Ane Try | Literacy Influencer

Info Terkini

Post Top Ad


Kamis, 20 Oktober 2022

Menyeimbangkan Kewarasan, Bukan Menampilkan Perilaku Memalukan


Anetry.Net
– Dunia pendidikan Indonesia kini tengah berkembang menuju arah yang lebih baik. Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk hal itu.

                             

Berbekal keyakinan bahwa guru adalah pendidik yang dapat menerima perubahan paradigma pembelajaran, pemerintah menggelontorkan berbagai program melalui Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek).

 

Kurikulum Merdeka salah satunya. Kini, pasca pandemi Covid-19, kurikulum besutan Mendikbud Nadiem Makarim itu telah dilaksanakan oleh ratusan ribu sekolah di tanah air pada berbagai jenjang, mulai dari TK, SD/MI, SMP/Mts, SMK/SMA/MA. Tak ketinggalan pula pusat-pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) turut mengimplementasikannya.

 

Untuk kukrikulum baru tersebut, biarlah menjadi domain pihak-pihak pemangku kepentingan yang menggawanginya hingga bisa dilaksanakan oleh guru secara baik di lapangan. Walau selentingan keluhan terus berkembang dari daerah-daerah terhadap implementasi yang seolah tak ada kejelasan dan aturan baku itu.

 

Kini, di zaman yang kian maju dan terus bertumbuhnya teknologi digital, guru tentunya harus memaknainya dengan kinerja dan terus memperkaya diri dengan keterampilan. Namun tidak pula seluruhnya yang bisa mencerna dengan sesuatu yang pada tempatnya. Masih saja ada tontonan gratis yang disaksikan peserta didik di ruangan-ruangan sekolah, tentang guru yang terlibat sesuatu yang sebenarnya tak layak ada.

 

Pembaca pasti pernah mengetahui di beberapa kisah pembuatan film, para pelakon terlibat cinta lokasi antar sesamanya. Tak jarang mereka menampilkan perilaku yang menjadi pemberitaan di media-media gosip tanah air.

 

Ternyata hal itu bukan saja terjadi di dunia entertainmen, bahkan di dunia pendidikan juga kerap terlihat. Cinta lokasi yang terjadi kadang menjadi perbincangan di kalangan pendidik.

 

Adagium Minang menyebut, abih gali dek galitik, abih raso dek biaso (tidak lagi geli karena biasa digelitik, tidak ada rasa karena sudah biasa), kiranya menjadi benar bila disandingkan dengan kejadian-kejadiaan yang terlihat di lapangan.

 

Sangat disayangkan, kejadian-kejadian itu terjadi antara mereka yang sudah memiliki ‘gerbong’ di belakangnya. Terjadi pada mereka yang notabene tidak lagi berstatus beas mencari pasangan hidup.

 

Namun, bagi yang menjadi pelaku, seolah turut melegitimasi hubungan tesebut dengan mempertontonkan kebersamaan, bahkan ‘kemesraan’ di depan peserta didik. Hal ini jelas bukan teladan yang baik.

 

Seorang teman berkata, “anda boleh saja seorang yang buruk laku, tapi simpanlah hanya untuk anda sendiri. Jangan jadikan itu tontonan bagi anak didik anda. Karena bila sudah dipertontonkan, jangan salah bila orang lain akan meluruskannya dengan cara yang pasti anda anggap merugikan.”

 

Pendidik di tanah air perlu mawas diri. Menjaga marwah dan perilaku akan mencerminkan setinggi apa harga diri yang dimiliki. Karakter baik yang dicita-citakan untuk generasi, apalagi dengan adanya program penguatan karakter serta profil pelajar Pancasila, hanya bisa didapatkan bila pendidik juga memiliki karakter yang sama.

Penulis: Nova Indra

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Post Top Ad