Anetry.Ntet – Sebagai budaya asli Indonesia, Pencak Silat kian tergerus oleh waktu. Seakan budaya dan tradisi yang satu ini dilupakan, kadang hanya terlihat di arena pertandingan.
Memang bukan punah, di banyak lokasi dan
tempat, di daerah-daerah yang masih memiliki para pemerhati dan pesilat yang
lurus memegang tradisi, arena latihan (sasaran) silat masih hidup walaupun tak
semuanya bergairah.
Budaya dan tradisi ini ternyata bisa
redup sedemikian rupa, di saat arena-arena pertandingan dan lomba Pencak Silat
terus bergema di mana-mana. Namun di saat bersamaan, kajian-kajian terhadap
nilai budaya ini seakan raib entah kemana.
Bicara silat, tentunya tidak sama dengan
membicarakan Pencak Silat yang ada di gelanggang. Pencak Silat yang kerap
terlihat dengan iven-iven besar di daerah, merupakan bagian kecil dari sebuah
tradisi yang bernama silat.
Menghidupi tradisi, ternyata tak bisa
hanya dilakukan sekadar menyarungkan pakaian silat lalu berdiri di hadapan
penonton untuk peragaan seni maupun iven laga. Karena pada dasarnya hal
tersebut tidak menggambarkan pengembangan tradisi sama sekali.
Lalu bagaimana ke depan? Bagaimana nasib
silat sebagai budaya bangsa yang telah menjadi Warisan Budaya Tak Benda yang
dinobatkan oleh UNESCO sebagai miliki negeri ini?
Banyak persoalan yang perlu dicermati
ulang bila harus kembali menghidupi tradisi dan budaya silat di tengah-tengah
zaman yang serba digital dan kehidupan manusia berada di dua dunia; nyata dan
maya – ini.
Nyaris hampir sama dengan budaya dan
tradisi lainnya, silat tidak dapat diulas hanya melalui kalimat dan pemilihan
diksi seolah rasa cinta budaya tetap terjaga. Silat tak akan hidup dalam diri
manusia negeri ini bila hanya ada dalam pidato-pidato pembukaan iven yang ada
di banyak tempat.
Mengisi kekosongan kajian itu,
seharusnya sebagai bagian dari elemen bangsa berbudaya dengan khazanah yang
luas dan kaya makna, para pemangku kepentingan kembali meletakkan dasar-dasar
budaya yang satu ini sebagai media pendidikan di lembaga pendidikan.
Bukan tidak mungkin dengan begitu akan
kembali menghiudpkan pemahaman bahwa silat adalah milik kita yang harus dijaga
dan dikembangkan oleh anak bangsa, bukan hanya berbangga bila ada para ‘bule’
yang datang ke pelosok kampung kita untuk belajar silat dan membawa kekayaan maknanya
ke negeri yang kita sendiri tidak tahu di mana.
Dalam sebuah diskusi dengan guru silat
di Sumatra Barat dari aliran Silek Tuo dan tokoh pemerhati tradisi dari daerah
Melayu riau kepulauan, mereka mengatakan bahwa runtuhnya sebuah tradisi bukan
persoalan zaman yang maju, tapi karena paradigma yang bergeser.
Mengapa disebut pergeseran paradigma? Dijelaskan
bahwa dalam perjalanannya silat hanya menjadi sumber keterampilan untuk dibawa
menjadi Pencak (tarian, pertunjukan seni, laga pertandingan). Silat tak lagi
dijadikan tempat generasi belajar tentang filosofi kehidupan.
“Ini adalah tugas para pemangku
kepentingan yang memang menyadari bahwa silat bukan sekadar pertunjukan seni,
laga tanding dan sejenisnya. Setidaknya bisa mewadahi silat sebagai sebuah
wahana pembelajaran kehidupan. Bagi mereka yang mampu, pasti ini bisa
dilakukan,” ujar guru Silek Tuo di Ranah Minang itu.
Memahami itu semua, sebagai bagian dari
keluarga besar Perguruan Seni Beladiri Tapak Suci Putera Muhammadiyah, penulis
menilai dibutuhkan wadah khusus yang dapat dilakukan oleh struktur pimpinan
mulai dari Pimpinan Wilayah hingga Pimpinan Pusat Tapak Suci.
Wadah khusus tersebut bukan untuk
dilembagakan secara terpisah, namun dimasukkan ke dalam program khusus ujian kenaikan
tingkat kependekaran dan kader. Bila memungkinkan, di setiap adanya Ujian
Kenaikan Tingkat (UKT) Kader maupun Pendekar, ada waktu yang disediakan minimal
satu hari penuh untuk mengkaji tentang tradisi silat.
Jadi bukan hanya menguji jurus atau keilmuan
secara internal semata, namun dapat dikembangkan pada kajian dasar keilmuan
tradisi yang dapat direnungkan sebagai peletak dasar beladiri Pencak Silat itu
sendiri.
Penulis: Nova Indra (CEO
P3SDM Melati, Penulis, Anggota TSPM)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.