Mewadahi Kajian Tradisi Silat di Tengah Pergeseran Paradigma - Ane Try | Literacy Influencer

Info Terkini

Post Top Ad


Senin, 05 September 2022

Mewadahi Kajian Tradisi Silat di Tengah Pergeseran Paradigma


Anetry.Ntet
Sebagai budaya asli Indonesia, Pencak Silat kian tergerus oleh waktu. Seakan budaya dan tradisi yang satu ini dilupakan, kadang hanya terlihat di arena pertandingan.

 

Memang bukan punah, di banyak lokasi dan tempat, di daerah-daerah yang masih memiliki para pemerhati dan pesilat yang lurus memegang tradisi, arena latihan (sasaran) silat masih hidup walaupun tak semuanya bergairah.

 

Budaya dan tradisi ini ternyata bisa redup sedemikian rupa, di saat arena-arena pertandingan dan lomba Pencak Silat terus bergema di mana-mana. Namun di saat bersamaan, kajian-kajian terhadap nilai budaya ini seakan raib entah kemana.

 

Bicara silat, tentunya tidak sama dengan membicarakan Pencak Silat yang ada di gelanggang. Pencak Silat yang kerap terlihat dengan iven-iven besar di daerah, merupakan bagian kecil dari sebuah tradisi yang bernama silat.

 

Menghidupi tradisi, ternyata tak bisa hanya dilakukan sekadar menyarungkan pakaian silat lalu berdiri di hadapan penonton untuk peragaan seni maupun iven laga. Karena pada dasarnya hal tersebut tidak menggambarkan pengembangan tradisi sama sekali.

 

Lalu bagaimana ke depan? Bagaimana nasib silat sebagai budaya bangsa yang telah menjadi Warisan Budaya Tak Benda yang dinobatkan oleh UNESCO sebagai miliki negeri ini?

 

Banyak persoalan yang perlu dicermati ulang bila harus kembali menghidupi tradisi dan budaya silat di tengah-tengah zaman yang serba digital dan kehidupan manusia berada di dua dunia; nyata dan maya – ini.

 

Nyaris hampir sama dengan budaya dan tradisi lainnya, silat tidak dapat diulas hanya melalui kalimat dan pemilihan diksi seolah rasa cinta budaya tetap terjaga. Silat tak akan hidup dalam diri manusia negeri ini bila hanya ada dalam pidato-pidato pembukaan iven yang ada di banyak tempat.

 

Mengisi kekosongan kajian itu, seharusnya sebagai bagian dari elemen bangsa berbudaya dengan khazanah yang luas dan kaya makna, para pemangku kepentingan kembali meletakkan dasar-dasar budaya yang satu ini sebagai media pendidikan di lembaga pendidikan.

 

Bukan tidak mungkin dengan begitu akan kembali menghiudpkan pemahaman bahwa silat adalah milik kita yang harus dijaga dan dikembangkan oleh anak bangsa, bukan hanya berbangga bila ada para ‘bule’ yang datang ke pelosok kampung kita untuk belajar silat dan membawa kekayaan maknanya ke negeri yang kita sendiri tidak tahu di mana.

 

Dalam sebuah diskusi dengan guru silat di Sumatra Barat dari aliran Silek Tuo dan tokoh pemerhati tradisi dari daerah Melayu riau kepulauan, mereka mengatakan bahwa runtuhnya sebuah tradisi bukan persoalan zaman yang maju, tapi karena paradigma yang bergeser.

 

Mengapa disebut pergeseran paradigma? Dijelaskan bahwa dalam perjalanannya silat hanya menjadi sumber keterampilan untuk dibawa menjadi Pencak (tarian, pertunjukan seni, laga pertandingan). Silat tak lagi dijadikan tempat generasi belajar tentang filosofi kehidupan.

 

“Ini adalah tugas para pemangku kepentingan yang memang menyadari bahwa silat bukan sekadar pertunjukan seni, laga tanding dan sejenisnya. Setidaknya bisa mewadahi silat sebagai sebuah wahana pembelajaran kehidupan. Bagi mereka yang mampu, pasti ini bisa dilakukan,” ujar guru Silek Tuo di Ranah Minang itu.

 

Memahami itu semua, sebagai bagian dari keluarga besar Perguruan Seni Beladiri Tapak Suci Putera Muhammadiyah, penulis menilai dibutuhkan wadah khusus yang dapat dilakukan oleh struktur pimpinan mulai dari Pimpinan Wilayah hingga Pimpinan Pusat Tapak Suci.

 

Wadah khusus tersebut bukan untuk dilembagakan secara terpisah, namun dimasukkan ke dalam program khusus ujian kenaikan tingkat kependekaran dan kader. Bila memungkinkan, di setiap adanya Ujian Kenaikan Tingkat (UKT) Kader maupun Pendekar, ada waktu yang disediakan minimal satu hari penuh untuk mengkaji tentang tradisi silat.

 

Jadi bukan hanya menguji jurus atau keilmuan secara internal semata, namun dapat dikembangkan pada kajian dasar keilmuan tradisi yang dapat direnungkan sebagai peletak dasar beladiri Pencak Silat itu sendiri.

Penulis: Nova Indra (CEO P3SDM Melati, Penulis, Anggota TSPM)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Post Top Ad