Jakarta, Anetry.Net -- Kehidupan di planet Mars ternyata tidak seperti dalam film Martian (2015). Para astronot yang dikirim ke Planet tersebut diprediksi akan mengalami gangguan kesehatan akibat perbedaan lingkungan.
Mengutip situs IMDB, Martian menceritakan
pengalaman Mark Watney (Matt Damon) yang diduga tewas setelah badai ganas
yang terjadi di Mars. Namun, Watney ternyata masih hidup dan berjuang sendirian
untuk hidup di sana.
Watney kemudian mengembangkan sistem pertanian yang
memanfaatkan sampah-sampah organik dari misinya bersama para astronot lain.
Diceritakan, ia berhasil menumbuhkan beragam tanaman antara lain kentang untuk
bertahan hidup hingga misi pengembaliannya ke Bumi dilakukan.
Dalam film tersebut, Watney tak mengalami perubahan
apa pun pada tubuhnya. Akan tetapi menurut para ahli, manusia justru akan
mengalami perubahan pada tubuhnya jika hidup di Mars.
Mengutip Science Alert, hal itu diketahui setelah para
ahli dari Australian National University (ANU) mengembangkan sebuah model matematika
untuk memprediksi apakah para astronot bisa pergi ke Mars dan melakukan tugas
mereka dengan aman. Dalam penelitian yang dipimpin Dr. Lex van Loon
tersebut, ahli memprediksi potensi bahaya untuk para astronot di Mars sangat
besar.
Namun ancaman terbesar adalah soal waktu yang dihabiskan
para astronot dalam gravitasi mikro. Berdasarkan riset ekstensif dari Stasiun
Luar Angkasa Internasional (ISS), gravitasi mikro diketahui menyebabkan otot
dan tulang kehilangan kepadatannya dan bisa berdampak kepada fungsi organ,
pengelihatan dan sistem pemompaan darah pada jantung.
Hal itu bisa mengakibatkan perubahan fundamental pada
tubuh para astronot jika dikombinasikan dengan radiasi Matahari dan sumber
kosmik lainnya.
"Ketika Anda berada di Bumi, gaya gravitasi menarik
cairan ke bagian tengah bawah tubuh Anda. Itulah yang menyebabkan beberapa
orang merasa kaki mereka bengkak pada penghujung hari," kata Dr. Emma
Tucker yang juga terlibat dalam studi ini.
"Namun ketika Anda pergi ke luar angkasa, tarikan
gravitasi itu menghilang. Itu berarti cairan dalam tubuh beralih ke bagian
tengah atas tubuh Anda dan memicu respon dari tubuh, membuatnya berpikir
terlalu banyak cairan di dalam," katanya menambahkan.
Hal tersebut, lanjut Emma, bisa membuat para astronot
menjadi sering pergi ke toilet dan merasa tidak haus. Alhasil, mereka bisa
dehidrasi di luar angkasa dan pingsan.
Dampak itulah yang berpotensi berbahaya bagi para astronot
di Mars. Pasalnya, jarak mereka sangat jauh dengan Bumi. "Jika seorang astronot
pingsan ketika mereka pertama kali keluar dari pesawat, atau ada peristiwa
darurat, tidak akan ada orang di Mars yang membantu mereka," kata Van
Loon.
"Itulah kenapa, kita harus benar-benar memastikan
para astronot bugar untuk terbang dan beradaptasi dengan gaya gravitasi di
Mars," ujarnya menambahkan.
Van Loon dkk. mengandalkan algoritma mesin dalam menjalankan
model matematikannya. Model itu berdasar kepada data astronot yang dikumpulkan
dari ekspedisi sebelumnya di ISS dan misi Appollo.
Pengujian para ahli itu menunjukkan, perubahan
kardiovaskuler akan terjadi setelah penerbangan luar angkasa yang sangat
panjang di bawah gravitasi dan kondisi muatan cairan yang berbeda. Akan tetapi,
hasil ujicoba itu tetap memberi antusiasme karena para astronot bisa bekerja
dengan normal setelah berbulan-bulan berada dalam kondisi gravitasi mikro.
Mars menjadi planet yang ingin digarap serius oleh
NASA dan China. Kedua pihak menargetkan sudah bisa mendaratkan astronot di
sana pada 2033. Namun perjalanan ini menghadirkan banyak tantangan bagi para astronot
mulai dari masalah logistik dan teknis hingga memastikan mereka dapat menangani
limbah selama berbulan-bulan di Mars.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.