Anetry.Net – Di tengah ribuan alasan para guru tidak mau menulis, ada sejuta alasan pendidik perlu menulis.
Mengutip tulisan Najelaa Shihab yang
published di media Kumparan, setidaknya alasan para pendidik menulis adalah
sebagai berikut.
Apapun
yang dilakukan pendidik, adalah kepentingan murid-muridnya
Maksud apapun di sini, tentunya adalah
hal-hal yang berkaitan dengan dunia kependidikan itu sendiri. Mulai dari
penyiapan bahan ajar, sulitnya mencari referensi pembelajaran, dan lain
sebagainya. Dan itu layak ditulis.
Menulis
butuh latihan
Banyak pendidik yang menghambat diri
sendiri dengan menetapkan target dengan orientasi tepuk tangan; bahwa tulisan
harus dipublikasi dan mendapat sambutan.
Padahal tujuan utama bagi pendidik yang
mulai menulis adalah bisa menyampaikan gagasan dengan lancar dalam bentuk
tulisan, bukan untuk menjadi sumber penghasilan yang diperjualbelikan atau
mendapatkan apresiasi dari pihak-pihak yang diinginkan.
Menulis
terbukti meningkatkan kompetensi diri
Menulis membiasakan refleksi dan
berbagai teknik metakognisi. Menulis juga meningkatkan empati. Bagi guru,
setidaknya membuatnya lebih memahami kesulitan yang dialami murid pada saat
harus menemukan ide, mencari kata dan memperlancar kalimat maupun menggunakan tanda
baca dan berbagai konvensi.
Menulis
adalah kegiatan yang menenangkan
Di saat pekerjaan dan kehidupan penuh
dengan kepadatan dan ketidakteraturan, maka menulis adalah saat di mana semua
terasa damai tanpa tekanan.
Setiap orang bisa memilih kapan waktu
yang tepat buat menulis. Banyak kita yang sejak dini pengalaman menulisnya
justru menegangkan, dan sedihnya ini salah satu dampak dari proses pendidikan
yang memaksa dan tidak memerdekakan.
Jangan lihat bahwa menulis selalu sebagai
beban penugasan yang harus selesai, tetapi sebagai saluran yang memberikan
kendali untuk berekspresi.
Mematri
kenangan dan mengukuhkan kepemilikan atas pengalaman
Setiap pendidik punya pengalaman yang
tidak sama satu sama lain, dan itu layak dibagikan dalam bentuk tulisan.
Untuk sebagian besar orang, ini yang
disebut ilham yaitu inspirasi awal yang kemudian dijabarkan lewat paparan. Proses
ini menginternalisasi pengetahuan dan pemahaman, menguatkan kecenderungan dan
sikap karena apa yang sebelumnya diluar diri, dinyatakan eksplisit lewat
tulisan sebagai sesuatu yang kita maknai dan yakini.
Mewujudkan
kolaborasi pemikiran
Pendidik yang menulis, sedang mengambil
langkah terpenting untuk mewujudkan kolaborasi dengan berbagai pihak. Kritik
dan diskusi, pembahasan dan inkuiri atas apa yang dituliskan teman sejawat
(atau dalam konteks laporan misalnya, dituliskan oleh guru tentang anak kita),
adalah modal penting untuk merencanakan aksi bersama.
Apa yang berhasil di kelas tertentu dan
bisa diadaptasi oleh semua di sekolah dan guru lain. Begitu banyak hubungan
dalam organisasi dan komunikasi antar sesama yang menjadi lebih efektif saat
menggunakan materi tertulis dari guru sebagai rujukannya.
Cara
paling tepat untuk bersuara
Bersuara dan terus bersuara, adalah inti
dari tanggungjawab guru pada profesinya. Kita hidup dalam eksosistem
pendidikan, di mana banyak orang yang tak pernah berada di dalam kelas, punya
begitu banyak pendapat dan asumsi tentang kebijakan dan apa yang harus
dilakukan dalam praktik di lapangan.
Pendidik adalah pemangku kepentingan
yang interaksinya terbanyak dengan murid yang sangat beragam. Setelah proses
mendengarkan murid, maka berkarya lewat cerita tentang proses seorang anak,
atau implementasi sebuah konsep di konteks kelas, solusi yang terbukti
menyelesaikan masalah, adalah kewajiban kita.
Menulis
adalah salah satu keterampilan utama yang dibutuhkan di masa depan, yang hanya
akan mampu terus berkembang pada saat pendidik turut meneladankan. Guru yang
menulis bersama dengan muridnya, menunjukkan pentingnya menulis dalam berbagai
pekerjaan dan aspek kehidupan.
Namun satu hal perlu diingat, jangan jadikan menulis sebagai alasan
membangun sesuatu yang tidak baik di luar kelas dan lingkungan pengabdian.
Jangan kotori dengan tendensi dan keinginan untuk bebas dan bersenang-senang di
jalan yang salah. (*/ni)
(Disadur dari tulisan
Najelaa Shihab yang terbit di media Kumparan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.