Jakarta, Anetry.Net – SEAMEO QITEP lakukan Riset Kebijakan Bahasa dan Pendidikan Bahasa di Asia Tenggara.
Pada kesempatan
ini, kegiatan yang
dikerjasamakan dengan Universitas Pendidikan Indonesia
(UPI) itu mengundang para pakar dan praktisi bahasa dari
Malaysia, Myanmar, Singapura, dan Thailand sebagai narasumber untuk Diskusi Kelompok Terpumpun (DKT) daring
ini beberapa hari
lalu.
DKT yang
berlangsung selama dua hari itu, SEAQIL dan UPI mengundang empat belas
narasumber dari tujuh negara Asia Tenggara untuk berbagi kebijakan bahasa dan
pendidikan bahasa pada negara masing-masing.
Di hari
terakhir DKT Tahap I, SEAQIL kembali mengumpulkan informasi tentang
undang-undang atau peraturan yang berkaitan dengan penggunaan bahasa daerah,
bahasa resmi, bahasa asing, dan pendidikan bahasa di negara-negara anggota
SEAMEO.
Direktur
SEAQIL, Luh Anik Mayani, menyatakan bahwa, kebijakan bahasa tidak hanya berarti
memilih bahasa mana yang menjadi bahasa nasional, tetapi juga berarti mempertimbangkan
peran dan fungsi masing-masing bahasa yang ada, seperti bahasa daerah dan
bahasa asing.
“Komunitas
ASEAN diharapkan dapat memupuk identitas kolektifnya dan juga tumbuh bersama
menjadi lebih kuat. Kami percaya bahwa bahasa dapat memberikan peran penting
dalam membangun komunitas dan kawasan ASEAN yang lebih kuat,” harapnya.
Pakar dan praktisi pendidikan bahasa yang turut hadir yaitu dari Thailand
(Krissana Plonghirun dan Sari Suharyo), Myanmar (Kyaw Myint Maung dan Phyu Phyu
Thynn), Singapura (Fuad Helmi dan Endina Widartama) dan Malaysia (Muhammad
Febriansyah dan Mohd Haizzan Yahaya).
Di akhir forum
diskusi, Luh Anik menyimpulkan, bahasa nasional ataupun
bahasa resmi masing-masing negara memiliki peran penting dalam pendidikan,
yaitu sebagai bahasa pengantar dan/atau mata pelajaran wajib pada semua jenjang
pendidikan.
Untuk bahasa
asing, Malaysia, Myanmar, dan Thailand menggunakan bahasa Inggris sebagai
bahasa asing utama yang dipelajari pada jenjang sekolah ataupun perguruan
tinggi.
“Pada umumnya,
bahasa daerah digunakan atau diperkenalkan pada pendidikan dini dan pengajaran
bahasa daerah didasarkan pada lokasi sekolah. Untuk langkah selanjutnya, SEAQIL
akan berkolaborasi dengan universitas mitra dan narasumber untuk mengumpulkan
data survei dan memulai FGD tahap dua pada bulan September,” tutup Direktur
SEAQIL. (sumber: laman kemdikbud)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.