Panjat Pinang Menuai Banyak Kontroversi - Ane Try | Literacy Influencer

Info Terkini

Post Top Ad


Minggu, 14 Agustus 2022

Panjat Pinang Menuai Banyak Kontroversi


Jakarta, Anetry.Net
-- Panjat pinang merupakan salah satu perlombaan yang banyak diselenggarakan saat perayaan HUT RI pada 17 Agustus.


Masyarakat antusias ketika menyaksikan lomba ini, demikian juga dengan para pesertanya.


Sebuah batang pohon pinang yang sudah dikupas, lalu ditanam kuat. Bagian ujungnya disematkan berbagai hadiah, sementara bagian batangnya dilumuri minyak pelumas. Peserta lomba akan saling bantu memanjat pohon pinang demi meraih hadiah. Inilah lomba panjat pinang.


Lomba panjat pinang ternyata memiliki sejarah panjang dan filosofi mendalam. Bahkan disebutkan bahwa panjat pinang adalah warisan yang diturunkan bangsa Belanda sejak zaman kolonial.

Dikutip dari Instagram resmi Ditjen GTK Kemdikbud RI, lomba panjat pinang berasal dari hiburan panjat tiang ketika orang Belanda berada di Indonesia pada zaman kolonialisme. Uniknya, lomba ini masih eksis bahkan puluhan tahun setelah Indonesia merdeka.

Sejarah Panjat Pinang di Indonesia
Dihimpun dari berbagai data, panjat pinang merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan untuk memperingati Koninginnedag atau Hari Ratu. Momen perayaan ini digelar setiap tanggal 31 Agustus sebagai peringatan kelahiran Ratu Belanda, Wilhelmina Helena Pauline Marie van Orange-Nassau.

Di momen ini, semua lapisan masyarakat di Hindia Belanda (Indonesia) diminta untuk berkumpul mengikuti festival, karnaval, hiburan, pasar kaget dan juga termasuk lomba panjat pinang. Gelaran panjat pinang ini disebut oleh masyarakat Belanda sebagai de Klimmast yang berarti memanjat tiang.

Dikutip dari buku Hiburan Masa Lalu dan Tradisi Lokal oleh Fandy Hutari, disebutkan bahwa permainan panjat pinang sudah digelar sejak 1930-an. Panjat pinang juga menjadi ajang yang menarik sehingga kerap digelar untuk perayaan pernikahan, kenaikan jabatan hingga ulang tahun.

Peserta panjat pinang masa kolonial hanya diikuti oleh pribumi
Panjat pinang terbilang permainan yang sederhana namun dibutuhkan kerja keras, kekompakan serta strategi khusus untuk bisa mencapai puncak pohon pinang. Peserta panjat pinang terbagi di dalam beberapa regu.

Masing-masing regu ini bergantian memanjat batang pinang setinggi 5-9 meter yang sudah dilumuri minyak pelumas. Usaha memanjat pohon pinang ini dilakukan demi menggapai hadiah yang diletakkan pada bagian puncak pinang.

Para peserta panjat pinang akan merebut hadiah yang lazimnya berupa bahan makanan. Beberapa hadiah panjat pinang antara lain beras, tepung, roti, keju, gula dan pakaian. Bagi orang pribumi, hadiah itu masih tergolong mewah.

Peserta panjat pinang hanya diikuti oleh orang-orang pribumi saja. Sedangkan meneer-meneer Belanda sebagai penonton akan tertawa melihat warga lokal yang mati-matian membuat tangga hidup memanjat batang pinang.

"Panjat pinang bisa juga diadakan oleh keluarga pribumi yang kaya raya, antek kolonial," ujar Fandy.

Filosofi Panjat Pinang
Bukan hanya sekadar seru dan memiliki sisi hiburan, panjat pinang juga mengandung filosofi mendalam. Fandy menjabarkan beberapa filosofi panjat pinang.

"Jika hadiah diibaratkan sebuah 'kemerdekaan', maka panjat pinang punya filosofi yang mendalam," ujar Fandy dalam bukunya.

Filosofi yang dimaksud Fandy, pertama, panjat pinang mengajarkan untuk berjuang dalam mencapai kemerdekaan. Kedua, dalam satu regu pemain butuh kerjasama, kecerdikan, dan saling menopang. Ketiga, menyingkirkan ego pribadi untuk mencapai kemerdekaan. Keempat, hasil kemerdekaan dibagi rata dalam masyarakat.



Panjat Pinang Menuai Kontroversi

Tidak selalu dipandang positif, panjat pinang juga pernah menuai kontroversi. Beberapa kalangan menilai, permainan ini mencederai nilai-nilai kemanusiaan dan meminta dihentikan.

Seperti salah satunya Pemerintah Kota Langsa, Aceh, melarang lomba panjat pinang pada peringatan HUT ke-74 RI tahun 2019 lalu. Larangan ini dibuat karena panjat pinang dianggap sebagai warisan penjajah Belanda. Pelarangan itu dituangkan dalam intruksi Wali Kota Langsa, Usman Abdullah (Toke Seuem) bernomor 450/2381/2019.
(Sumber: detikedu/Foto: google image)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Post Top Ad