Mulai Linglung Jalankan Kurikulum Merdeka, Guru Semakin Hilang Kemerdekaannya - Ane Try | Literacy Influencer

Info Terkini

Post Top Ad


Senin, 01 Agustus 2022

Mulai Linglung Jalankan Kurikulum Merdeka, Guru Semakin Hilang Kemerdekaannya


Anetry.Net
– Implementasi Kurikulum Merdeka telah berjalan di sekolah-sekolah di negeri ini. Lebih dari 140ribu satuan pendidikan yang terdaftar di Kemdikbudristek menjalankan kurikulum tersebut.

 

Pemerintah Daerah pun mendukung pelaksanaan program kurikulum yang digadang-gadang mampu mencetak generasi cerdas melalui fokus pembelajaran pada bakat dan minat peserta didik.

 

Bagaimana dengan guru? Pertanyaan ini sepertinya sederhana saja, tetapi jawabannya mungkin bisa beragam sesuai kondisi dan keadaan orang-orang yang berupaya memberi jawaban. Sudahkah guru merdeka melalui kurikulum yang kemunculannya tidak dibarengi dengan kajian naskah akademik tersebut?

 

Bahkan Komisi X DPR RI menilai implementasi Kurikulum Merdeka masih memerlukan kajian akademis dan evaluasi komprehensif. Kajian tersebut melingkupi pertimbangan kondisi sosiologis dan kemampuan pendidik serta tenaga kependidikan. Hasilnya, Komisi X DPR RI melalui Panja Pendidikan Vokasi, Panja Pembelajaran Jarak Jauh, Panja Peta Jalan Pendidikan dan Panja Merdeka Belajar Kampus Merdeka pun telah memberikan rekomendasi.

 

Hasil rekomendasi Panja yang telah dilaksanakan Komisi X DPR RI sebelumnya, sebagian besar memberikan penegasan terkait lemahnya landasan hukum kebijakan pendidikan yang dikeluarkan oleh Kemdikbud Ristek, baik dari sisi tidak adanya kajian akademik atau naskah akademik, kemudian dasar filosofis yuridis maupun sosiologis dan ketidaksesuaian dengan peraturan pendidikan yang lainnya.

 

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih dalam rapat dengar pendapat Komisi X DPR RI bersama jajaran Kemdikbudristek RI awal bulan Juli menyatakan, perubahan satu kebijakan dalam hal ini kurikulum baru, membutuhkan evaluasi menyeluruh terhadap implementasi kurikulum sebelumnya. perubahan kurikulum tersebut tidak hanya berdampak pada proses pembelajaran di kelas saja, namun juga aspek lainnya.

 

Menurut Wakil Ketua Komisi X itu, perubahan kurikulum tidak hanya berdampak pada proses pembelajaran di kelas saja. Namun juga bagaimana mempersiapkan guru, menyediakan panduan buku-buku referensi, sosialisasi terhadap tindakan guru dari orang tua wali murid, dan ketersediaan sarana prasarana pendukung.

 

Kini, dengan berjalannya kurikulum merdeka itu, sekian banyak guru, terutama mereka yang mengajar di jenjang sekolah dasar mulai mengeluhkan ragam masalah yang muncul sejak kelas yang diampunya menjalankan kurikulum tersebut.

 

Apa saja masalah yang dialami oleh guru? Pertama, tidak adanya kejelasan tentang sikap apa yang harus diambil guru dalam menjalankan kurikulum ini. Mengapa demikian? Kurikulum yang katanya memerdekaan cara mengajar dan belajar itu, ternyata tidak ‘merdeka’ seperti yang diucapkan dalam sosialisasi-sosialisasi.

 

Bahkan dalam sosialisasi sekalipun kejelasan tentang bagaimana kurikulum ini berjalan, pun tidak dapat mencerahkan pemikiran guru. Setiap narasumber dalam sosialisasi, ada yang hanya menerangkan bahwa kurikulum merdeka adalah kurikulum yang berbeda cara mengajarnya. Ada pula yang menganalogikan antara mengajar anak dan cucu.

 

Hal itu menjadi sangat lucu. Para pemangku kepentingan yang diberi amanah oleh pemerintah, baik pusat dan daerah, diberi dukungan dana melalui anggaran kegiatan sosialisasi, ternyata tidak mampu memberikan pencerahan yang memerdekakan cara berpikir guru yang diharapkan mampu mengaktualisasikan kurikulum tersebut.

 

Kedua, guru ternyata harus mengikuti berbagai aturan yang didapati melalui arahan yang diberikan dalam sebuah platform yang disebut dengan Platform Merdeka Mengajar (PMM). DI dalam platform tersebut, guru melalui tahapan-tahapan dengan menonton video-video dengan host bergantian.

 

Tontonan itu pun ikut membuat guru pusing tujuh keliling, bahkan mungkin lebih. Kenapa demikian? Dalam video-video tersebut guru dicekoki hal-hal yang makin membuat guru ‘takut’ dengan kurikulum merdeka ini. Rasa ‘takut’ itu tentu sebagian dari indikator tidak ‘merdeka’.

 

Bahkan ada daerah melalui kelompok-kelompok guru, memberikan penekanan bahwa harus menonton video-video di PMM. Seolah guru yang mengampu kurikulum ini kembali dimasukkan ke dalam kelas khusus yang ditekan sedemikian rupa untuk mempelajari hal-hal mengambang.

 

Ketiga, pimpinan satuan pendidikan seakan tidak mau tahu tentang penyelenggaraannya. Kepala sekolah hanya menekankan bahwa di sekolah yang dipimpinnya kurikulum baru ini harus berjalan. Tanpa ia tahu apa seharusnya yang dilakukan, baik urusan sarana prasarana maupun bagaimana membimbing guru agar lebih paham. Atau ini mungkin gambaran bahwa kepala satuan pendidikan itu sendiri (di daerah tertentu), tidak tahu sama sekali tentang kurikulum merdeka.

 

Berdasarkan tiga keadaan di atas, apa yang bisa disimpulkan? Pemahaman pertama adalah, wajar saja Komisi X DPR RI menyampaikan bahwa kurikulum merdeka ini belum layak diimplementasikan. Hal itu disebabkan selain tidak adanya naskah akademik dan ini dianggap melanggar Undang-undang nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

 

Kesimpulan kedua, hanya peserta didik yang dimerdekakan, bahkan dalam sosialisasi disebutkan bahwa peserta didik dibiarkan untuk melakukan pembelajaran ‘semaunya’ saja tanpa harus diatur oleh guru. Sedangkan diatur saja peserta didik masih malas belajar dan tidak berhasil, apalagi saat mereka dibebaskan cara belajarnya. Lucu memang.

 

Selanjutnya, guru benar-benar tidak merdeka dalam kurikulum ini, bahkan dibuat kebingungan dengan segala bentuk aturan yang berbeda di tiap kesempatan pelaksanaan pencerahan yang tidak mencerahkan.

 

Mau dibawa kemana pendidikan negeri ini bila perubahan-perubahan kurikulum pendidikan menyisakan masalah? Guru sebagai ujung tombak pencetak generasi bangsa pun telah menjadi bulan-bulanan program yang semakin tidak ada kejelasannya.

 

Mungkin ada baiknya kembalikan saja pada aturan yang lebih awal. Jangan teruskan kurikulum yang melanggar Undang-undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan ini.

Penulis: Nova Indra (Penulis, Pesilat, Pemerhati Pendidikan)

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Post Top Ad