Marah Sebagai Manifestasi Harga Diri yang Tidak Boleh Diremehkan Siapapun - Ane Try | Literacy Influencer

Info Terkini

Post Top Ad


Rabu, 24 Agustus 2022

Marah Sebagai Manifestasi Harga Diri yang Tidak Boleh Diremehkan Siapapun


Anetry.Net
– Dalam perjalanan hidup manusia, kadang aral melintang ditemui di antara onak dan duri. Begitu banyak yang perlu diwaspadai, menjaga diri dari segala keburukan, baik dari diri sendiri maupun yang datang dari orang lain.

 

Satu hal penting yang perlu pula dipahami adalah persoalan menjaga marwah diri agar tidak diremehkan, tidak diinjak atau dijadikan bulan-bulanan nasib dan perilaku buruk pihak lain.

 

Biasanya, seorang yang paham tentang aturan dan tuntunan, akan bergejolak batinnya ketika perlakuan buruk ditimpakan oleh seseorang atau sekelompok orang pada dirinya. Gejolak dalam diri itu lahir dari ketersinggungan.

 

Bila anda diperlakukan semena-mena, sejatinya sebagai diri yang memiliki pengetahuan ketuhanan, akan merasakan gejolak ketersinggungan tersebut. Gejolak kejiwaan itu, melahirkan yang dinamakan dalam istilah agama sebagai ‘ammarah.

 

Ammarah dalam bahasa Indonesia, bersinonim dengan kata ‘marah’ sebagai bahasa serapannya. Lalu bolehkah seseorang merasa marah? Bolehkah telinga ditipiskan dan tidak ingin mendengar perlakuan buruk dari orang lain?

 

Dalam Islam, ‘ammarah dibagi dalam beberapa tingkatan. Dalam kajian filsafat, kemarahan terbentuk oleh tiga alur yang harus dipahami oleh setiap orang. Ada marah yang haram, sunnah, dan wajib.

 

Kapan manusia diharamkan marah? Yakni saat kemarahan itu akan merusak diri dan orang lain. Bila pula seseorang disunnahkan marah? Yaitu ketika kemarahan tersebut dinilai lebih bermanfaat dilakukan demi menjaga sesuatu yang bersifat kifayah.

 

Lalu, bila masanya marah yang diwajibkan? Kemarahan yang diwajibkan kepada diri seseorang dalam tuntunan Islam ada dua alasan. Alasan pertama adalah ketika agama yang kita anut dilecehkan dan dihina orang lain. Maka di saat itu kemarahan menjadi wajib hukumnya.

 

Yang kedua, marah diwajibkan ketika harga diri direndahkan, dilecehkan, dianggap sepele, atau dimanipulasi karena sebuah kepentingan. Kemarahan tentang harga diri yang diperlakukan semena-mena itu, bukan sesuatu yang tidak wajar, bahkan wajib hukumnya selayaknya wajib membela diri dari kejahatan.

 

Persoalan ‘ammarah, juga berkaitan dengan akhlak yang menjadi pembeda antara manusia berakal dan tidak. Bila manusia memiliki akal, sehat secara kejiwaan, maka akhlaknya akan lebih baik daripada hewan. Bila akhlaknya tidak ada sama sekali, atau berkurang dari standar yang telah ditetapkan dalam tuntunan agama, maka dia akan dianggap lebih rendah daripada binatang.

 

Seorang budayawan, Sujiwo Tedjo dalam sebuah diskusi sempat marah besar pada penanggap. Ia marah karena setelah si penanggap bertanya dan ia memberi jawaban untuk pertanyaan itu, si penanggap malah memainkan ponsel tanpa memedulikan jawaban yang sedang dipaparkan kepadanya.

 

Kala itu, Sujiwo Tedjo marah besar. Tapi kemarahannya adalah kemarahan yang mendidik. Ia mengatakan, ibadahmu, kepintaranmu, adalah urusannmu sendiri dengan Tuhanmu. Tetapi urusanmu denganku adalah urusan akhlak.

 

Dari fakta di atas, jelaslah bahwa kemarahan seseorang lebih banyak berkaitan dengan urusan mu’ammalah (hubungan atau komunikasi sosial). Komunikasi, menjadi bagian utama dari perilaku seorang manusia yang mengaku cerdas memahami alur hidup.

 

Siapa yang mau dikatakan tidak berakhlak? Semua orang akan langsung berdiri tegak dan marah. Tapi tanpa ia sadari dirinya telah lupa melakukan atau berperilaku buruk pada orang lain. Inilah yang disebut akhlak, inilah yang menjadi ukuran kemanusiaan.

 

Bila akhlak telah hilang dalam diri, semuanya dilakukan manusia tanpa basa-basi, akhlak yang hilang turut membawa rasa malu hanyut entah kemana.

 

Makanya, dalam hidup, jangan pernah rendahkan dan remehkan siapapun. Karena hakikatnya semua manusia sama di mata Allah, siapa yang bertakwa dan berakhlak mulia-lah yang akan ditempatkan lebih baik pada maqamnya.

 

Dan rasa marah yang wajib dipelihara, tetap harus diperhatikan agar terkendali pada hal-hal yang ditentukan saja. Jaga harga diri dari perlakuan buruk siapapun, jangan permisif karena alasan pergaulan sosial. (Ilustrasi" iStockphoto)

Penulis: NITM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Post Top Ad