Jakarta, Anerty.Net – Tuai berbagai persepsi khalayak, Kemdikbud akhirnya luruskan miskonsepsi Implementasi Kurikulum Merdeka.
Meluruskan miskonsepsi implementasi kurikulum tersebut, Kepala Badan
Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (Kepala BSKAP) Kemdikbudristek Anindito
Aditomo, mengatakan ada lima hal yang perlu diperhatikan dalam menjelaskan
miskonsepsi tersebut.
Pertama, Kurikulum Merdeka sebagai alat
perbaikan di sekolah dan kelas. Kedua, bahwa ada penerapan Kurikulum Merdeka
yang benar/salah secara absolut, benar/salah tidak absolut tetapi kontekstual.
“Kurikulum diterapkan sekolah A berbeda
dengan sekolah B. Kriteria benar/salah penerapan Kurikulum Merdeka adalah
apakah penerapan menstimulasi tumbuh kembang karakter & kompetensi anak
didik. Yang bisa tahu terjadi atau tidak adalah bapak/ibu guru yang di kelas,”
terang Anindito, pada Silahturahmi Merdeka Belajar (SMB) bertajuk “Meluruskan
Miskonsepsi Implementasi Kurikulum Merdeka”, secara daring, Kamis (21/7).
Selanjutnya, hal ketiga yang perlu
diperhatikan adalah adanya miskonsepsi yang menyatakan harus menunggu pelatihan
dari pusat sebelum menerapkan Kurikulum Merdeka.
“Jangan menunggu dari pusat, guru dapat
mengambil inisiatif untuk mengembangkan kapasitas secara mandiri. Peran
Kemendikbudristek adalah menyediakan sumber daya atau perangkat untuk digunakan
sekolah secara mandiri sesuai konteksnya sendiri,” terang Anindito.
Keempat adalah miskonsepsi terkait
proses belajar menerapkan Kurikulum Merdeka bisa instan, sekali belajar dan
pelatihan langsung bisa dan tuntas. Penting untuk diperhatikan agar terus
melakukan penerapan siklus belajar dan direfleksikan.
Kelima, adanya miskonsepsi bahwa
Kurikulum Merdeka hanya bisa diterapkan di sekolah fasilitas lengkap.
“Justru Kurikulum Merdeka fleksibel
sehingga bisa diterjemahkan dan diturunkan serta diterapkan di manapun,
dioperasionalkan menjadi kurikulum yang dibutuhkan sekolah-sekolah yang ada di
pelosok dengan fasilitas minim,” terang Anindito.
“Prinsip utamanya adalah berorientasi
pada murid dengan memprioritaskan tumbuh kembang anak secara utuh, mementingkan
pengembangan kompetensi dan karakter murid,” imbuhnya.
Kurikulum Merdeka memudahkan dan
mendorong guru untuk berorientasi pada murid, misalnya berfokus pada materi
esensial, jadi materi tiap mata pelajaran lebih sedikit sehingga guru tidak
perlu terburu-buru dalam mengajar. Guru bisa menggunakan metode yang lebih
interaktif, lebih mendalam, dan lebih menyenangkan. (SP)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.