Dalam hal perundungan terjadi, orang tua
dan guru harus peka terhadap masalah-masalah ini. Dosen Psikologi Universitas
Padjadjaran (Unpad) menjelaskan, perundungan anak di lingkungan sekolah biasanya
terjadi karena adanya perilaku atau kondisi yang khas.
Kondisi pertama, anak yang dirundung
biasanya merupakan anak pendiam atau cenderung mudah dibuat cemas oleh
teman-temannya. Kedua, anak memiliki perilaku atau karakter yang tidak sama,
menonjol, hingga tidak disukai teman-temannya.
Mengantisipasi korban perundungan
mengalami dampak lebih serius, peran guru sangat penting dalam melakukan
observasi dan mengamati karakter setiap anak didiknya.
Guru sebaiknya mampu menilai anak didik
mana yang “potensial” mengalami perundungan, memiliki karakter/perilaku
menonjol, hingga memiliki masalah belajar.
“Akan lebih baik jika guru memunculkan
awareness-nya dalam memperhatikan mereka-mereka yang potensial dirundung,”
ucapnya saat wawancara dengan media
kampus.
Guru
juga harus lebih peka apabila ditemukan adanya perubahan perilaku pada peserta
didiknya. Begitu ada perubahan perilaku pada salah seorang muridnya, guru dapat
langsung melakukan pendampingan dan penelusuran penyebabnya.
Selain
guru, orang tua menjadi aktor penting dalam mengantisipasi perundungan anak.
Peran tersebut dapat dilakukan sebelum atau ketika mengalami perundungan.
Fitri
menjelaskan, orang tua perlu mendapat edukasi mengenai karakter anak yang
potensial mengalami perundungan. Jika karakter tersebut kemungkinan dimiliki
oleh anaknya, orang tua perlu melakukan langkah antisipasi untuk memperkuat
karakternya.
“Jadi
kalau anak dirundung, anak harus bereaksi seperti apa. Biasanya anak-anak
potensial dirundung lebih ke tidak punya keterampilan mempertankan diri. Jadi
kalau orang tuanya sudah bisa aware,
bisa melakukan langkah antisipatif,” jelasnya. (sumber: tantrum)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.