Kegiatan yang bertujuan untuk Diseminasi Moderasi Beragama tersebut berlangsung tiga hari, 30 Juni –2 Juli itu bertempat di Palembang. Diikuti 70 peserta perwakilan pondok
pesantren yang
ada di Pulau Sumatera.
Halaqah
ini menghadirkan tiga narasumber ahli media, yakni: Zamzami Almakki (Desainer
dan Dosen Universitas Multimedia Nusantara), Susi Ivvaty (Wartawan dan Founder
Alif.id), dan Muhammad Zunus (Redaktur NU Online).
Kepala
Kanwil Kemenag Sumatera Selatan Syafitri Irwan mengatakan, pesantren saat ini
harus memainkan peran di era 5.0, termasuk di bidang media. Sebab, semua aspek
sosial kehidupan sudah mulai beradaptasi dengan teknologi berbasis internet.
“Pondok
pesantren harus memainkan peran di ruang kosong tersebut. Kalau tidak ambil
peran, maka ada kepentingan lain yang akan dijejali dengan informasi melalui
kepentingan-kepentingan yang bisa menyengsarakan banyak orang,” ujarnya, Kamis
(30/6).
Irwan
menjelaskan, situasi sekarang mengharuskan semua aktif di media sosial,
termasuk juga bagi kalangan pesantren. Karena itu, Irwan mengapresiasi digelarnya
Halaqah Pengelolaan Media. Baginya, kegiatan semacam ini sangat bermanfaat
untuk kaderisasi di pesantren.
“Mudah-mudahan
pesantren tidak hanya berperan menanamkan keilmuan kepada para santri, tetapi
juga mencetak santri yang moderat dan menjadi perekat Republik Indonesia,”
harap laki-laki yang sebelumnya menduduki jabatan sebagai Kepala Balai Diklat
Keagamaan (BDK) Palembang itu.
Direktur
Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Waryono Abdul Ghofur mengatakan,
pesantren adalah institusi yang bagus, mulia dan berkontribusi kepada bangsa.
Sayangnya, informasi yang keluar justru lebih banyak hoaksnya, meskipun memang
ada berbagai informasi yang perlu dibenahi.
“Ada
sebuah paradoks, salah satu di antaranya, di era media ini kita dijejali
informasi yang terkadang tidak sempat mempelajarinya lebih jauh. Sehingga,
begitu muncul berita yang berisi ayat dan hadis, seolah-solah adalah sebuah
kebenaran. Bahkan, jari kita pun tidak sabar untuk share dan tidak sempat
saring. Makanya, kita diharuskan tabayun,” terang Waryono dalam sambutannya
sekaligus membuka kegiatan.
Waryono
menilai, belakangan kalangan pesantren dimainkan oleh media. Misalnya
diinformasikan kurang baik tentang suatu isu, sehingga tidak bisa berkutik
dengan alasan tawadhu’. Akhirnya, yang muncul di media adalah berita-berita
yang negatif.
“Di era
informasi ini, kita ingin menjadi pemain atau orang yang dimainkan? Jika ingin
menjadi pemain, maka harus memiliki skill (keterampilan) mengelola media,”
tegas Waryono. (*/kemenag)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.