Jakarta, Anetry.net -- Tuntong laut (Batagur borneoensis), nama yang masih lumayan asing di telinga ini adalah satu di antara 29 spesies kura-kura air tawar dan darat di Indonesia.
Hewan ini lebih banyak hidup di kawasan air payau, seperti:
muara dan anak sungai, hutan bakau, dan daerah yang masih dipengaruhi oleh
pasang surut air laut. Persebarannya meliputi Pulau Sumatra, Kalimantan, dan
sebagian kecil di Malaysia, Thailand, serta Brunei Darussalam.
Ia memiliki sejumlah nama alias, misalnya, masyarakat Sumatra
menyebutnya sebagai beluku, di Kalimantan diketahui sebagai tum-tum. Hewan
bertempurung atau karapas keras ini dikenal juga sebagai tuntung atau tuntong
semangka. Ini lantaran punggung kerapasnya berwarna gading atau cokelat muda
kehijau-hijauan mirip buah semangka.
Sewaktu usia di bawah enam bulan, karapasnya berlunas tiga
dan seiring berjalannya waktu, maka akan berubah menjadi satu lunas saja. Pada
kura-kura jenis akuatik ini, karapasnya lebih datar dan ringan bila
dibandingkan kerabatnya yaitu kura-kura darat di mana tempurungnya seperti
kubah dan berat.
Bobot lebih ringan dari karapas tuntong ini disebabkan adanya
rongga kosong di antara tulang-tulang tempurung yang bernama fontanelles. Sehingga reptil ini dapat
berenang dengan cepat dan tidak tenggelam. Sebagian besar waktunya dihabiskan
di permukaan air kendati pada pagi atau sore hari mereka naik ke darat untuk
berjemur.
Persamaannya dengan kura-kura darat, keluarga Geoemydidae ini punya scute atau lapisan sisik keras
terbuat dari keratin demi memperkuat tempurung mereka. Mereka juga herbivora
dan menyukai buah serta sayuran. Pada beberapa kasus, mereka mengonsumsi limbah
plastik di perairan karena mengira sebagai makanan.
Panjang tubuh tuntong 60--100 sentimeter dan lebar karapas
30--40 cm. Umumnya tubuh tuntong betina lebih besar dari pejantan. Hewan ini
punya rahang atas yang bergerigi serta lima kuku tajam di kaki depan dan empat
lainnya di kaki belakang. Warna kepala tuntong umumnya cokelat keabu-abuan dan
mempunyai garis merah mencolok di bagian jidat di antara kedua mata. Sehingga,
hewan itu kerap dijuluki si Jidat Merah.
Apabila masuk musim kawin terjadi sexual dismorphism atau perubahan pada pejantan. Pada masa
tersebut, bagian leher hingga kepala tuntong jantan berubah warna menjadi putih
keabu-abuan dipadu bintik hitam dan tentu saja jidat merahnya. Mereka akan
bermigrasi saat musim kawin tiba dan tuntong betina dapat menghasilkan 12--24
butir telur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.