Makassar, Anetry.Net – Kurikulum merdeka yang dipakai di sekolah penggerak, dirasakan telah membawa suasana baru dalam pembelajaran bagi siswa.
Tak
hanya siswa, guru penggerak di SMA Plus Budi Utomo dan SMP N 7 di Kota Makassar
juga merasakan keterlibatan orang tua yang lebih aktif dan mendorong
pembelajaran yang efektif.
Kepala
Sekolah SMA Plus Budi Utomo, Makassar, Sulawesi Selatan, Dede Nurohim,
menceritakan bagaimana upayanya membangun komunikasi dengan orang tua siswa di
awal pandemi Covid-19.
Sekolah
semi pesantren yang masuk dalam kategori sekolah penggerak itu termasuk salah
satu sekolah yang terlambat memulangkan anak didik, karena pertimbangan
pembelajaran yang tidak akan maksimal jika dilakukan jarak jauh. Tentu faktor
infrastruktur menjadi permasalahan yang utama.
“Kami
termasuk sekolah yang paling telat mengembalikan anak-anak, karena kami
membangun metode pembelajaran jarak jauh terlebih dahulu. Kami tahu, kalau
sudah di rumah, terkadang orang tua sudah menuntut anak untuk membantu
pekerjaan mereka. Jadi sebelum memulangkan anak, pertama kami mengadakan
pertemuan dengan orang tua lewat zoom meeting, dan kami sampaikan
bahwa selama di rumah siswa harus didampingi belajarnya,” tutur Dede seperti
dilansir laman Kemdikbud, Rabu (22/6).
Ia
menuturkan, komunikasi dan koordinasi dengan orang tua yang dibangun oleh
sekolah bersifat dua arah. Sekolah juga mendengarkan masukan, keluhan, dan
kritik yang disampaikan oleh orang tua. Setiap dua minggu, tuturnya, ada
evaluasi yang dilakukan dalam koordinasi sekolah dan orang tua.
“Kami
sangat terbuka, dari masa pandemi yang walau pembelajaran tidak seefektif tatap
muka, mereka tetap belajar. Dan sampai sekarang kalau anak-anak yang ada di
asrama hari ini tidak masuk kelas, orang tua akan tahu di waktu yang sama
melalui grup tersebut.” jelas Dede.
Komunikasi
tersebut semakin terbangun setelah SMA Plus Budi Utomo mengimplementasikan
kurikulum merdeka. Dede mengatakan, visi misi kurikulum merdeka sejalan dengan
visi yang sebelumnya sudah dibangun di sekolah tersebut. Terutama tentang karakter
kemandirian. Dede menyebut, lulusan di Budi Utomo yang berasal dari berbagai
daerah membekali peserta didik dengan kecakapan hidup seperti menjahit untuk
semua siswa. Namun demikian, siswa yang melanjutkan ke perguruan tinggi pun
cukup banyak dari sekolah ini.
“Kami
berupaya supaya anak-anak ini walaupun tidak bisa kuliah, mereka tidak jadi
beban di masyarakat. Mereka harus berdaya. Untuk itu kami mengutamakan
anak-anak ini bisa mendapat sertifikat kecakapan hidup. Ada yang dari
pesantren, dan ada yang dari Kemenaker,” urai Dede.
Komunikasi
yang baik dengan orang tua juga dibangun oleh kepala sekolah dan guru di SMP N
7 Makassar. Menurut kepala sekolah Muhammad Nasir, dalam memfasilitias orang
tua siswa, sekolah membangun paguyuban kelas. Interaksi antarguru maupun dengan
orang tua dilakukan di paguyuban tersebut.
Salah
satu komitmen yang digaungkan oleh Nasir adalah bahwa sekolah memfasilitasi
pembelajaran yang menyenangkan, hak anak-anak terpenuhi, tidak ada pungutan
liar, dan keberpihakan pada peserta didik dan orang tua.
“Sampai
saat ini kami belum pernah mendengar komplain dari orang tua,” klaim Nasir.
Komunikasi
yang dibangun antara sekolah dan orang tua, kata Nasir, lebih intens ketika
kurikulum merdeka diimplementasikan di SMP N 7 Makassar. Pola belajar anak yang
merdeka dan banyak kegiatan di luar kelas dirasakan anak-anak sangat
menyenangkan.
Kesenangan
tersebut ternyata sampai ke orang tua saat anaknya semangat belajar. Dan
terbukti, pada masa penerimaan peserta didik baru (PPDB), jumlah siswa yang
mendaftar ke sekolah ini meningkat signifikan.
“Sekarang
PPDB membludak sampai 700 siswa yang mendaftar. Padahal, kuota di sini hanya
300an,” kata Nasir.
Ia
mengaku sering mendapat testimoni dari orang tua siswa yang anaknya ingin masuk
ke SMP N 7 Makassar. Para orang tua ini, kata Nasir, merasa anak-anak yang
bersekolah di sini memiliki karakter yang baik dan selalu bersemangat untuk
belajar.
“Saya
berharap dalam tiga tahun ini kurikulum bisa diimplementasikan di semua
jenjang, sehingga guru-guru tidak hanya memahami tetapi sudah bisa benar-benar
mengimplementasi pembelajaran berdiferensiasi. Kurikulum ini luar biasa,”
pungkasnya. (sumber: kemdikbud)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.