Medan, Anetry.Net – Opsi penggunaan Kurikulum Prototipe yang berfokus pada penguatan karakter dan kompetensi dasar terus meraih dukungan.
Para pemangku kepentingan di Provinsi
Sumatera Utara (Sumut) menyambut baik opsi penerapan Kurikulum Prototipe yang
akan diberikan Kemendikbudristek sebagai upaya pemulihan pendidikan akibat
pandemi. Kurikulum Prototipe diyakini mampu membantu sekolah mengatasi dampak
kehilangan pembelajaran (learning loss) akibat tidak optimalnya pembelajaran
selama dua tahun terakhir.
Anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia (DPR RI), Sofyan Tan menyambut baik adanya opsi Kurikulum
Prototipe yang dinilai dapat mengurangi beban siswa dan guru karena materi yang
disajikan lebih sederhana dan fleksibel. Kurikulum ini menyasar pada materi
esensial sehingga guru punya cukup waktu untuk pembelajaran yang mendalam bagi
kompetensi dasar, seperti literasi dan numerasi.
Sofyan Tan juga menekankan pentingnya
adaptasi dan inovasi untuk dapat bertahan di tengah perkembangan zaman.
Termasuk salah satunya menyangkut opsi model kurikulum yang berlaku di
Indonesia. Menurut dia, kebijakan kurikulum harus mampu membentuk talenta dan
karakter anak secara keseluruhan (holistik).
“Bukan menghapus (kurikulum sebelumnya)
tapi ini lebih efisien. Inilah kebijakan umumnya. Saya menyetujui kurikulum ini
untuk dilaksanakan di Indonesia,” jelasnya di hadapan peserta kegiatan
Sosialisasi Kurikulum dalam Rangka Pemulihan Pembelajaran di Lembaga Penjaminan
Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Sumatera Utara (Sumut) di Medan, Jumat (14/1).
Kemendikbudristek telah melakukan
pengawasan (monitoring) dan evaluasi terhadap Kurikulum Darurat yang
dilaksanakan oleh beberapa sekolah di masa pandemi. Hasilnya, penerapan
Kurikulum Darurat dapat mengurangi dampak learning loss akibat pandemi secara
signifikan.
Studi Badan Standar, Kurikulum, dan
Asesmen Pendidikan (BSKAP) menunjukkan bahwa siswa pengguna Kurikulum Darurat
mendapat capaian belajar yang lebih baik daripada pengguna Kurikulum 2013
secara penuh, terlepas dari latar belakang sosio-ekonominya. Bila kenaikan
hasil belajar itu direfleksikan ke proyeksi learning
loss numerasi dan literasi, penggunaan Kurikulum Darurat dapat mengurangi
dampak pandemi sebesar 73% (literasi) dan 86% (numerasi).
Dengan kata lain, hasil riset
menunjukkan bahwa satuan pendidikan yang melakukan penyesuaian terhadap
kurikulumnya di masa pandemi cenderung dapat meminimalisir dampak kehilangan
pembelajaran. Kurikulum Darurat dinilai efektif memitigasi learning loss karena
membantu guru untuk melakukan fleksibilitas dalam konteks pembelajaran yang
sesuai dengan kemampuan murid (teach at the right level) dan muatan lokal.
“(Kurikulum) perlu mengakomodasi
partisipasi masyarakat dan stakeholder agar apa yang diajarkan relevan,” imbuh
Sofyan.
Kepala BSKAP Kemendikbudristek, Anindito
Aditomo meyakini bahwa komponen penting dalam proses pendidikan adalah ketika
materi/konteks pembelajaran relevan dengan kehidupan sehari-hari. Inilah yang
menjadi kerangka pemikiran dalam melakukan penyesuaian kurikulum. “(Saat ini)
antara apa yang dipelajari (konteks) dengan penerapannya sangat berbeda. Kenapa
kita sesuaikan kurikulum adalah untuk mengatasi learning crisis,” tekannya.
Merujuk data PISA, Anindito
menyampaikan, hanya sedikit peserta didik di Indonesia yang menguasai
keterampilan dasar pada literasi dan numerasi hingga tingkat SMP dan sederajat.
Kesenjangan di bidang pendidikan dan ekonomi ini katanya, akan menjadi ‘bom
waktu’ bagi generasi yang akan merambah ke sektor lain yakni sosial dan
politik. Kurikulum yang relevan menurutnya merupakan instrumen yang sangat
berpengaruh untuk mencegah kesenjangan terutama bagi peserta didik yang
memiliki keterbatasan ekonomi, sosial, maupun geografis.
“Tidak cukup hanya dengan (penyesuaian) kurikulum, tapi juga kita rancang program Merdeka Belajar sebagai prioritas dalam menangani krisis belajar,” ujarnya seraya mengajak agar seluruh ekosistem pendidikan mendukung perbaikan kurikulum secara sistemik.
Ia yakin, kurikulum
berkontribusi dalam mengoptimalisasikan pola ajar para pendidik. Terbukti,
dengan penerapan Kurikulum Darurat ada dampak positif yang signifikan dalam
capaian belajar siswa.
“Kita terapkan Kurikulum Prototipe ini
terbatas pada Sekolah Penggerak agar bisa mendapat umpan balik dulu. Tidak ada
seleksi bagi sekolah lain yang ingin menjalankan Kurikulum Prototipe, kita
dukung. Yang ada hanya pendaftaran dan pendataan,” tegas Kepala BSKAP.
Pada kesempatan yang sama, Sekretaris
BSKAP, Suhadi menyebut, pengembangan kurikulum adalah sebuah keharusan agar
acuan pembelajaran dapat selaras dengan karakter peserta didik dan sesuai
perkembangan zaman.
“Kegiatan sosialisasi ini adalah upaya
kami agar kebijakan kurikulum bisa dipahami dengan baik oleh ekosistem
pendidikan di Indonesia. Selain itu, untuk menerima umpan balik agar Kurikulum
Prototipe bisa diimplementasikan dengan baik,” jelasnya.
Guna mendukung implementasi Kurikulum Prototipe, Kepala LPMP Sumut, Afrizal mengimbau para pemangku kebijakan di wilayahnya untuk memahami kurikulum ini secara komprehensif. Dalam paparan ia menyampaikan beberapa tahapan implementasi Kurikulum Prototipe berdasarkan kesiapan dan penetapan target oleh satuan pendidikan.
Tahap pertama adalah
kompleksitas sederhana dengan mengikuti contoh yang telah
disediakan/dilatihkan. Tahap kedua yakni kompleksitas dasar dengan melakukan
modifikasi mengacu pada contoh yang disediakan/dilatihkan.
Tahap ketiga adalah kompleksitas sedang
dengan melakukan pengembangan sesuai konteks satuan pendidikan dengan pelibatan
warga seolah dan masyarakat secara terbatas. Tahap keempat adalah kompleksitas
tinggi yaitu melakukan pengembangan sesuai konteks satuan pendidikan dengan
pelibatan warga sekolah secara luas.
“Semua fasilitas sudah disiapkan. Tidak
mesti di satu sekolah semua kelas, namun kelas tertentu bisa dipilih sebagai
sampel. Dinas Pendidikan Daerah harus pahami dulu, pelajari, lalu putuskan, dan
siapkan,” ujar Afrizal.
Pada kesempatan itu, Kepala Dinas
Pendidikan Provinsi Sumatera Utara, Syaifuddin juga menyinggung pentingnya
kompetensi teknis (hard skills) dan nonteknis (soft skills) untuk dikuasai
peserta didik. Ia mengingatkan agar titik tumpu penyesuaian kurikulum tidak
melupakan kedua kompetensi tersebut untuk berjalan seimbang. Lebih dari itu,
peserta didik juga harus memahami budaya dan lingkungannya agar saat terjun ke
masyarakat dapat menghasilkan karya yang bermanfaat dalam membangun peradaban
dan menjaga keberlangsungan hidup alam sekitar.
Syaifuddin menyatakan dukungannya untuk
kurikulum yang menjadikan Indonesia lebih baik. Ia berharap penyesuaian
kurikulum dapat memperkuat pembangunan iklim pendidikan ke arah yang lebih
baik. “Bukan hanya menamatkan siswa saja tapi juga mengantarkan mereka menjadi
manusia yang bermanfaat bagi lingkungannya,” pungkas dia.
Peserta yang hadir dalam kegiatan
sosialisasi kurikulum adalah perwakilan dari Dinas Pendidikan Provinsi,
Kabupaten/Kota; Kementerian Agama (Kemenag), Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan (LPTK), PGRI, IGI, lembaga keagamaan, pengawas, kepala sekolah,
satuan pendidikan, dan media massa. (SP)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.