Jakarta, Anetry.Net – Pemerintah Indonesia melalui Kemendikbudristek menjadi tuan rumah sidang pertemuan regional kawasan Asia-Pasifik menuju United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) Mondiacult 2022.
Sidang UNESCO)
Mondiacult tersebut digelar secara hybrid di Jakarta Convention Center, pada 11
sampai 12 Januari 2022. Pertemuan ini diselenggarakan untuk merancang agenda
global yang baru mengenai kebijakan bidang kebudayaan pascapandemi Covid-19.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
(Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim mengatakan, Asia-Pasifik merupakan
wilayah dengan tingkat keberagaman budaya yang tinggi di mana terdapat 48
negara dengan 17 zona waktu yang berbeda-beda.
“Melalui kolaborasi regional ini, saya yakin kita akan
melangkah maju menuju masa depan yang berkelanjutan di mana menggunakan istilah
yang digunakan oleh Mr. Ernesto Ottone, manusia dan kebudayaannya diletakkan
sebagai inti dari pembangunan,” terang Menteri Nadiem dalam sambutannya secara
daring, pada Selasa (11/1) kemarin.
Sementara itu, Asisten Direktur Jenderal Kebudayaan
UNESCO, Ernesto Ottone mengatakan sebagai upaya memenuhi Tujuan Global
Persatuan Bangsa-Bangsa (UNSDGs), UNESCO melibatkan Negara-negara anggotanya
dan masyarakat internasional untuk memulai sebuah refleksi baru mengenai
kebijakan kebudayaan.
“Memasuki Dekade Aksi terakhir, UNESCO melibatkan
negara-negara anggotanya dan masyarakat internasional untuk memulai sebuah
refleksi baru mengenai kebijakan kebudayaan yang dapat menyelesaikan
permasalahan global seperti ketidaksetaraan, konflik, revolusi teknologi atau
perubahan iklim,” jelas Ernesto Ottone.
Untuk diketahui, dalam empat dekade terakhir, tatanan
global termasuk sektor kebudayaan telah berevolusi secara signifikan. Munculnya
isu-isu baru yang menjadi pemecah hubungan antarnegara serta berbagai
permasalahan global mendorong negara untuk mengadaptasi kebijakan sehingga
dapat menjalankan perannya dalam memenuhi kebutuhan masyarakat global.
Sementara itu, pandemi Covid-19 telah menunjukkan adanya
kerentanan bersama pada negara-negara ketika diharuskan menghadapi situasi
darurat, dan pada saat bersamaan, tetap mempertahankan keberlangsungan sosial
dan ekonomi negaranya. Dalam konteks yang sama, gangguan yang dialami secara
luas oleh sektor kebudayaan menunjukkan adanya kebutuhan yang mendesak akan
adaptasi dalam sektor tersebut.
Untuk itu, Konferensi Kebijakan Kebudayaan Dunia
Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Persatuan Bangsa-Bangsa
(UNESCO World Conference on Cultural Policies) Mondiacult 2022 kembali akan
diselenggarakan oleh Pemerintah Meksiko pada tanggal 28 sampai 30 September
2022 dan akan dibuka oleh Direktur Jenderal UNESCO, Audrey Azoulay.
Empat puluh tahun setelah Konferensi Kebijakan Kebudayaan
Dunia (Mondiacult) pertama di Mexico City pada tahun 1982, dan 24 tahun setelah
Konferensi UNESCO tentang Kebijakan Kebudayaan Dunia untuk Pembangunan (UNESCO
World Conference on Cultural Policies for Development) di Stockholm, Swedia
pada tahun 1998.
Konferensi Kebijakan Kebudayaan Dunia Organisasi
Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Persatuan Bangsa-Bangsa (UNESCO
World Conference on Cultural Policies) – Mondiacult 2022 ini akan membawa
momentum baru dalam perkembangan dialog global terkait peran kebudayaan dalam
mewujudkan pembangunan berkelanjutan.
Sebelum Konferensi Kebijakan Kebudayaan Dunia UNESCO
Mondiacult 2022 digelar, UNESCO menyelenggarakan lima pertemuan regional yang
rencananya akan diselenggarakan antara Desember 2021 dan Februari 2022. Untuk
kawasan Asia-Pasifik, Indonesia memimpin proses koordinasi dan masukan dari
Negara-negara di Asia-Pasifik, yang merupakan salah satu wilayah terluas dengan
keberagaman terbanyak di dunia.
Para menteri dan pejabat senior Negara, serta organisasi-organisasi
internasional antarnegara dan non-negara terkemuka di kawasan akan bertemu
secara daring selama dua hari untuk mengidentifikasi tren utama, permasalahan,
dan area prioritas kebijakan kebudayaan.
Mewakili Pemerintah Indonesia, Sekretaris Jenderal
Kemendikburistek, Suharti mengatakan di Indonesia, kebudayaan adalah salah satu
pilar kunci pembangunan nasional. “Konstitusi jelas menugaskan Negara Indonesia
untuk memajukan budaya Indonesia di tengah-tengah peradaban internasional dengan
cara menjamin kebebasan masyarakat untuk mempertahankan dan mengembangkan
nilai-nilai budaya bangsa,” ucap Suharti.
Suharti juga menyampaikan bahwa Indonesia memiliki dua
Undang-undang (UU) untuk mengatur perlindungan dan pelestarian warisan budaya
takbenda dan benda. “UU ini adalah kerangka hukum yang solid untuk pemajuan
kebudayaan. Banyak yang telah dilakukan untuk pemajuan kebudayaan, tapi belum
banyak yang dilakukan untuk mengukur pencapaian yang kita pikir paling penting.
Kami sadar kebudayaan memainkan peranan penting dalam pembangunan
keberlanjutan,” ucapnya.
Pada tahun 2019, papar Suharti, Indonesia merilis Indeks
Pembangunan Kebudayaan (IPK). IPK ini adalah alat ukur yang kaya dan
sensitif-konteks untuk mengukur dampak kebijakan dan intervensi budaya. IPK ini
terdiri dari tujuh dimensi, yaitu ekonomi kebudayaan, pendidikan, ketahanan
sosiokultural, warisan kebudayaan, kebebasan berekspresi, literasi budaya, dan
kesetaraan gender.
“Indeks ini unik dan telah menjadi salah satu alat
kebijakan yang penting baik bagi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah,
serta telah diintegrasikan dengan perencanaan dan pembuatan kebijakan
pembangunan nasional. Indeks ini juga dirujuk baik oleh pemerintah, seniman,
lembaga seni, dan ormas (organisasi masyarakat),” lanjut Suharti.
Di samping itu, lanjut Suharti, indeks ini telah
memainkan peranan penting dalam menghubungkan dan mengonsolidasikan inisiatif
kebijakan. “Selama beberapa dekade, inisiatif-inisiatif kebudayaan kecil
tersebar, dan terisolasi dari satu sama lain. Dengan banyaknya konsolidasi di
masa kini, insiatif-inisiatif kebudayaan lebih banyak dampaknya. Semoga lebih
banyak diskusi tentang kebutuhan pengukuran di bidang seni dan kebudayaan,”
ungkapnya.
Suharti juga menyampaikan, pada 2020, Pemerintah
Indonesia telah membuat Culture Endowement Fund yaitu dana perwalian kebudayaan
seperti yang dimandatkan pada UU Pemajuan Kebudayaan.
“Ini (Culture Endowement Fund) untuk mendorong dan
mendukung kegiatan-kegiatan pemajuan kebudayaan seperti kegiatan-kegiatan seni
dan tradisi, juga film dan pameran,” ujarnya.
“Dengan aksi bersama ini, maka kita membuat pembangunan
berkelanjutan menjadi kenormalan baru, sebuah langkah keluar dari pandemi,
krisis iklim, dan kesenjangan sosial dengan waktu bersamaan,” pungkas Suharti.
(SP)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.