Yogyakarta, Anetry.Net –Menteri PPPA Bintang Puspayoga berikan penghormatan atas keberanian para perempuan yang mulai berani laporkan kasus kekerasan.
Keberanian
melaporkan kasus kekerasan ini sangat penting agar fenomena gunung es atas setiap
kasus-kasus kekerasan yang menimpa perempuan dan anak dapat segera ditangani
dan dilakukan pendampingan.
“Kasus
kekerasan terhadap perempuan dan anak ini adalah fenomena gunung es di
masyarakat. Data kasus kekerasan yang masuk ke SIMFONI PPA (Sistem Informasi
Online Perlindungan Perempuan dan Anak) dengan kenyataan di lapangan juga masih
ada kesenjangan artinya masih ada kasus yang tidak terlaporkan,” terang Bintang di Ndalem Joyodipuran,
Yogyakarta.
Di media
sosial saat ini, lanjut Bintang, banyak bermunculan perempuan-perempuan yang
berani melaporkan kasus kekerasan yang menimpa diri mereka, keluarga mereka
ataupun yang melihat kasus kekerasan di sekeliling mereka.
“Yang saya
apresiasi adalah mereka ini berani bicara, bersuara dan melaporkan kasusnya.
Yang paling banyak “speak up” itu justru kaum perempuan. Untuk itu kami sangat
berharap ibu-ibu sensitif melihat perubahan yang terjadi pada anak-anaknya,
memastikan anak mereka aman terlebih saat ini anak-anak juga merasa tidak aman
di sebagian lembaga-lembaga pendidikan beragama. Laporkan jika melihat dan
mengalami tindak kekerasan ke SAPA129 atau di Hotline 08111-129-129,” ujar Bintang.
Perjuangan
para perempuan menurut Bintang, sejak jaman pergerakan melawan penjajah tidak
berbeda dengan isu-isu yang diperjuangkan saat ini. Pada masa Kongres Perempuan
Pertama pada 22 Desember 1928 di Yogyakarta perempuan sudah berjuang untuk
pemenuhan hak anak dan perlindungan pada perempuan.
“Jika
kita merefleksikan perjuangan perempuan 93 tahun lalu, kaum perempuan sudah
memperjuangkan kesetaraan gender, melawan poligami, mencegah anak-anak tidak
menikah pada usia anak dan memastikan anak-anak terpenuhi haknya. Realitanya
memang kasus-kasus masih tinggi. Perlu saya tegaskan konstitusi negara sudah
menjamin bahwa setiap perempuan memiliki hak yg sama dan menjamin perlindungan
untuk mereka. Indonesia sudah meratifikasi CEDAW (The Committee on the
Elimination of Discrimination against Women), CRC (The Convention on the
Rights of the Child) dan hal ini sudah diturunkan menjadi beberapa Undang-Undang
dan peraturan perundangan,” sambungnya.
Hanya
saja implementasinya katanya lagi, tidak
sampai ke masyarakat dan akar rumput. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak (Kemen PPPA) tidak ingin hanya sebagai pemadam kebakaran. Itu
sebabnya kami aktif bersinergi, mengajak institusi lain sesuatu tugas dan
fungsi mereka, untuk bersama-sama mendorong kesetaraan gender, mengupayakan
pemenuhan hak anak dan mencegah perempuan dan anak menjadi korban kekerasan.
Bintang
menambahkan bahwa kesempatan Peringatan hari Ibu (PHI) Ke-93 adalah sebagai
pengingat bahwa hari ibu bukanlah Mother’s Day seperti yang dirayakan oleh
negara-negara lain, tetapi muatan pesannya jauh lebih dari itu, mengajak
masyarakat dan media untuk lebih peduli dan terlibat langsung melindungi
perempuan dan anak. Salah satu caranya adalah turut mendorong RUU TPKS
(Rancangan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual).
“Kemen
PPPA saat ini juga mendorong agar RUU TPKS pada bulan Januari tahun 2022
mendatang dapat menjadi RUU Inisiatif DPR. Kami tidak tinggal diam, diskusi
intensif dengan berbagai pihak seperti para aktivis perempuan, NGo, organisasi
keagamaan, Kementerian/Lembaga dan lain-lain rutin kami lakukan membahas RUU
TPKS yang dahulu disebut RUU PKS. Untuk itu kami juga mohon media terus aktif
bersama kami mendorong RUU TPKS menjadi RUU Inisiatif DPR dan juga berperan
menyuarakan isu perempuan dan anak,” tutup Bintang. (SP)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.