Anetry.Net – Bangsa yang maju di tandai dengan bekembangnya masyarakatnya yang literat. Masyarakat yang memiliki peradaban tinggi, serta aktif memajukan masyarakat dunia.
Dalam hal ini bukan hanya pada masalah pengentasan buta
aksara, melainkan lebih penting bagaimana warga bangsa memilki kecakapan hidup
agar mampu bersaing dan bersanding dengan bangsa lain dalam menciptakan
kesejahteraan dunia. Bangsa yang memilki budaya literasi tinggi, menunjukkan
kemampuan warganya dalam berkolaborasi, berpikir kritis, komunikatif, dan kreatif,
sehingga dapat turut ambil bagian dalam persaingan global.
Sebagai bangsa yang maju, warganya harus mampu
mengembangkan budaya literasi sebagai prasyarat kecakapan hidup abad 21 melalui
pendidikan yang terintegrasi, keluarga, sekolah dan masyarakat. Ada enam literasi
dasar, dengan dua diantaranya adalah literasi budaya dan literasi sains.
Literasi budaya dapat diartikan kemampuan seseorang dalam
memahami dan bersikap terhadap kebudayaan Indonesia sebagai identitas bangsa.
Indonesia memilki beragam suku bangsa, bahasa, kebiasaan, adat-istiadat,
kepercayaan, sampai ke lapisan sosial yang beragam. Sebagai bagian dari dunia
maka seluruh warga negara pun harus turut terlibat dalam kancah perubahan dan
perkembangan global. Oleh karena itu, kemampuan untuk menerima dan beradaptasi
serta bersikap secara bijak atas keberagaman ini merupakan sesuatu yang mutlak.
Tidak ada kata tidak dalam tanggungjawab ini. Secara pribadi, memiliki beban
yang sama.
Lalu apa manfaatnya literasi budaya sebagai seorang pendidik?
Tentunya hal itu akan memperkaya pengetahuan dalam mengaplikasikan literasi
budaya dalam pembelajaran. Mengintegrasikan kecakapan literasi budaya dalam
pembelajaran, bertujuan untuk membentuk karakter siswa supaya dapat memahami,
menghargai, menghormati serta melindungi kebudayaan dan kesatuan Bangsa.
Untuk meningkatkan
kecakapan literasi budaya, Kim Polistina dari University of Brighton
mengintrodusir empat keterampilan utama literasi budaya, yaitu 1) kesadaran lintas
budaya, 2) kesadaran budaya lokal (local
content), 3) refleksi dan berpikir kritis, dan 4) kecakapan personal
mengatasi diri menjadi agen perubahan.
Dalam prakteknya untuk
yang satu dan dua tidak hanya menguasai keterampilan, melainkan juga menerima
budaya lain dan budaya lokal, juga menunjukkan respek terhadap budaya lain dan budaya
lokal. Selanjutnya mengkritisi budaya yang ada untuk memberikan manfaat bagi
keberlanjutan hidup, serta proaktif terhadap perubahan yang secara alamiah
tidak bisa dihindari. Dengan tetap memainkan peran sebagai subjek, bukan objek.
Berikutnya yang tak kalah penting adalah penguasaan
terhadap literasi Sains. Literasi sains dapat diartikan sebagai pengetahuan dan
kecakapan ilmiah. Literasi ini ditujukan
untuk mampu mengidentifikasi pengetahuan baru, menjelaskan fenomena ilmiah
serta mengambil simpulan berdasar fakta serta kemauan untuk terlibat dan peduli
terhadap isu-isu yang terkait sains.
Literasi sains merupakan bagian dari literasi dasar yang
sangat diperlukan dalam mendukung pencapaian kecakapan abad 21. Sebagaimana
disebutkan di atas, bangsa yang memilki budaya literasi tinggi akan dapat
menunjukkan kemampuan bangsa tersebut dalam berkolaborasi, berpikir kritis,
komunikatif, kreatif, sehingga dapat memenangi persaingan global.
Menurut Kemendikbudristek, sains adalah upaya sistematis
untuk menciptakan, membangun, dan mengorganisasikan pengetahuan untuk memahami
alam semesta. Upaya ini berawal dari sifat dasar manusia yang penuh dengan rasa
ingin tahu.
Rasa ingin tahu ini kemudian ditindaklanjuti dengan
penyelidikan dalam rangka mencari penjelasan yang paling sederhana, tetapi
akurat dan konsisten untuk menjelaskan dan memprediksi manusia dan alam
semesta. Penyelidikan ini dilakukan dengan mengintegrasikan kerja ilmiah dan
keselamatan kerja yang meliputi kegiatan mengamati, merumuskan masalah,
merumuskan hipotesis, merancang percobaan, mengumpulkan data, menganalisis,
akhirnya menyimpulkan dan memberikan rekomendasi, serta melaporkan hasil
percobaan secara lisan dan tulisan.
Dengan kata lain, sains hadir untuk membentuk pola pikir,
perilaku, dan membangun karakter manusia untuk peduli dan bertanggung jawab
terhadap dirinya, masyarakat, dan alam semesta. Kehadiran sains yang membentuk
perilaku dan karakter manusia untuk peduli dan bertanggung jawab terhadap
dirinya, masyarakat, dan alam semesta inilah yang didefinisikan sebagai
literasi sains.
Literasi sains bersifat multidimensional, bukan hanya
pemahaman terhadap pengetahuan sains, melainkan lebih dari itu. Melalui
literasi sains, setiap orang dapat menentukan keputusan yang dikembangkan dari
rasa keingintahuannya yang berkaitan dengan pengalaman hidupnya sehari-hari.
National Research Council
(2012) menyatakan, rangkaian kompetensi ilmiah yang dibutuhkan pada literasi
sains mencerminkan pandangan bahwa sains adalah ansambel dari praktik sosial dan epistemik yang umum pada semua
ilmu pengetahuan, yang membingkai semua kompetensi sebagai tindakan.
Manfaat literasi sains sebagai pendidik diantaranya yaitu
berpotensi sebagai media untuk mengembangkan sikap positif, seperti rasa ingin
tahu, inisiatif, gigih, kemampuan beradaptasi serta kepedulian sosial budaya. Literasi
sains merupakan pendekatan dalam proses pembelajaran sains secara konsisten dan
menyeluruh di sekolah serta untuk mendukung pengembangan literasi sains kepada
siswa.
Jadi literasi dalam bidang apapun itu pada dasarnya
sangatlah di butuhkan oleh guru. Sosok guru yang digugu dan ditiru menuntut
untuk selalu serba tahu dan serba mengerti dalam hal apapun. Itulah paradigma
yang tertanam di masyarakat. (*)
Penulis:
Nurtrianik. S.Pd.SD (Guru, Penulis, Pegiat Literasi, Blogger)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.