Literasi Budaya dan Sains, Kebutuhan Guru dalam Pengembangan Profesi - Ane Try | Literacy Influencer

Info Terkini

Post Top Ad


Senin, 01 November 2021

Literasi Budaya dan Sains, Kebutuhan Guru dalam Pengembangan Profesi


Anetry.Net
– Bangsa yang maju di tandai dengan bekembangnya masyarakatnya yang literat. Masyarakat yang memiliki peradaban tinggi, serta aktif memajukan masyarakat dunia.

 

Dalam hal ini bukan hanya pada masalah pengentasan buta aksara, melainkan lebih penting bagaimana warga bangsa memilki kecakapan hidup agar mampu bersaing dan bersanding dengan bangsa lain dalam menciptakan kesejahteraan dunia. Bangsa yang memilki budaya literasi tinggi, menunjukkan kemampuan warganya dalam berkolaborasi, berpikir kritis, komunikatif, dan kreatif, sehingga dapat turut ambil bagian dalam persaingan global.

 

Sebagai bangsa yang maju, warganya harus mampu mengembangkan budaya literasi sebagai prasyarat kecakapan hidup abad 21 melalui pendidikan yang terintegrasi, keluarga, sekolah dan masyarakat. Ada enam literasi dasar, dengan dua diantaranya adalah literasi budaya dan literasi sains.

 

Literasi budaya dapat diartikan kemampuan seseorang dalam memahami dan bersikap terhadap kebudayaan Indonesia sebagai identitas bangsa. Indonesia memilki beragam suku bangsa, bahasa, kebiasaan, adat-istiadat, kepercayaan, sampai ke lapisan sosial yang beragam. Sebagai bagian dari dunia maka seluruh warga negara pun harus turut terlibat dalam kancah perubahan dan perkembangan global. Oleh karena itu, kemampuan untuk menerima dan beradaptasi serta bersikap secara bijak atas keberagaman ini merupakan sesuatu yang mutlak. Tidak ada kata tidak dalam tanggungjawab ini. Secara pribadi, memiliki beban yang sama.

 

Lalu apa manfaatnya literasi budaya sebagai seorang pendidik? Tentunya hal itu akan memperkaya pengetahuan dalam mengaplikasikan literasi budaya dalam pembelajaran. Mengintegrasikan kecakapan literasi budaya dalam pembelajaran, bertujuan untuk membentuk karakter siswa supaya dapat memahami, menghargai, menghormati serta melindungi kebudayaan dan kesatuan Bangsa.

 


Untuk meningkatkan kecakapan literasi budaya, Kim Polistina dari University of Brighton mengintrodusir empat keterampilan utama literasi budaya, yaitu 1) kesadaran lintas budaya, 2) kesadaran budaya lokal (local content), 3) refleksi dan berpikir kritis, dan 4) kecakapan personal mengatasi diri menjadi agen perubahan.

 

Dalam prakteknya untuk yang satu dan dua tidak hanya menguasai keterampilan, melainkan juga menerima budaya lain dan budaya lokal, juga menunjukkan respek terhadap budaya lain dan budaya lokal. Selanjutnya mengkritisi budaya yang ada untuk memberikan manfaat bagi keberlanjutan hidup, serta proaktif terhadap perubahan yang secara alamiah tidak bisa dihindari. Dengan tetap memainkan peran sebagai subjek, bukan objek.

 

Berikutnya yang tak kalah penting adalah penguasaan terhadap literasi Sains. Literasi sains dapat diartikan sebagai pengetahuan dan kecakapan  ilmiah. Literasi ini ditujukan untuk mampu mengidentifikasi pengetahuan baru, menjelaskan fenomena ilmiah serta mengambil simpulan berdasar fakta serta kemauan untuk terlibat dan peduli terhadap isu-isu yang terkait sains.

 

Literasi sains merupakan bagian dari literasi dasar yang sangat diperlukan dalam mendukung pencapaian kecakapan abad 21. Sebagaimana disebutkan di atas, bangsa yang memilki budaya literasi tinggi akan dapat menunjukkan kemampuan bangsa tersebut dalam berkolaborasi, berpikir kritis, komunikatif, kreatif, sehingga dapat memenangi persaingan global.

 

Menurut Kemendikbudristek, sains adalah upaya sistematis untuk menciptakan, membangun, dan mengorganisasikan pengetahuan untuk memahami alam semesta. Upaya ini berawal dari sifat dasar manusia yang penuh dengan rasa ingin tahu.

 


Rasa ingin tahu ini kemudian ditindaklanjuti dengan penyelidikan dalam rangka mencari penjelasan yang paling sederhana, tetapi akurat dan konsisten untuk menjelaskan dan memprediksi manusia dan alam semesta. Penyelidikan ini dilakukan dengan mengintegrasikan kerja ilmiah dan keselamatan kerja yang meliputi kegiatan mengamati, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang percobaan, mengumpulkan data, menganalisis, akhirnya menyimpulkan dan memberikan rekomendasi, serta melaporkan hasil percobaan secara lisan dan tulisan.

 

Dengan kata lain, sains hadir untuk membentuk pola pikir, perilaku, dan membangun karakter manusia untuk peduli dan bertanggung jawab terhadap dirinya, masyarakat, dan alam semesta. Kehadiran sains yang membentuk perilaku dan karakter manusia untuk peduli dan bertanggung jawab terhadap dirinya, masyarakat, dan alam semesta inilah yang didefinisikan sebagai literasi sains.

 

Literasi sains bersifat multidimensional, bukan hanya pemahaman terhadap pengetahuan sains, melainkan lebih dari itu. Melalui literasi sains, setiap orang dapat menentukan keputusan yang dikembangkan dari rasa keingintahuannya yang berkaitan dengan pengalaman hidupnya sehari-hari.

 

National Research Council (2012) menyatakan, rangkaian kompetensi ilmiah yang dibutuhkan pada literasi sains mencerminkan pandangan bahwa sains adalah ansambel dari praktik sosial dan epistemik yang umum pada semua ilmu pengetahuan, yang membingkai semua kompetensi sebagai tindakan.

 

Manfaat literasi sains sebagai pendidik diantaranya yaitu berpotensi sebagai media untuk mengembangkan sikap positif, seperti rasa ingin tahu, inisiatif, gigih, kemampuan beradaptasi serta kepedulian sosial budaya. Literasi sains merupakan pendekatan dalam proses pembelajaran sains secara konsisten dan menyeluruh di sekolah serta untuk mendukung pengembangan literasi sains kepada siswa.

 

Jadi literasi dalam bidang apapun itu pada dasarnya sangatlah di butuhkan oleh guru. Sosok guru yang digugu dan ditiru menuntut untuk selalu serba tahu dan serba mengerti dalam hal apapun. Itulah paradigma yang tertanam di masyarakat. (*)

 

Penulis: Nurtrianik. S.Pd.SD (Guru, Penulis, Pegiat Literasi, Blogger)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Post Top Ad