Anetry.Net – Menulis, adalah persoalan pembiasaan dan kebiasaan. Masing-masing penulis punya gaya yang berbeda satu sama lain.
Lalu apa yang harus diperhatikan seorang penulis? Apakah
setiap penulis punya hak penuh terhadap hasil karya tulisnya? Setelah
menyelesaikan sebuah naskah tulisan, lalu dipublikasi di media yang dipilih,
apakah setelah itu penulis merasa puas dan tertebas dari risiko?
Tentu saja tidak. Setiap karya tulis, memiliki dampak besar
bagi pembaca. Baik positif maupun negatif. Sekalipun penulis berhasil memukau
pembacanya dengan materi yang menarik dan faktual, risiko terbesar selain ranah
hukum juga akibat yang dirasakan langsung oleh pembaca.
Ada pembaca yang mengumpat ketika menyelesaikan satu kalimat
yang ditulis penuh semangat dan berdasarkan fakta terukur dan aktual. Di mana
salahnya? Bukankah materinya bagus dan sangat menarik?
Ternyata kebebasan menulis tidak serta-merta membuat penulis
berhak untuk menulis dengan gaya sembarangan. Tanpa aturan, tanpa mengetahui
seluk-beluk pengetahuan tentang literasi yang satu ini.
Bila anda pernah menulis sebuah artikel, selesaikan
menulisnya semampu anda. Tapi itu belum bisa dikatakan final, karena saatnya
anda berpindah pada posisi seorang pembaca. Mulai secara pelan membaca hasil
buah pikiran brilian anda dengan seolah membaca karya orang lain.
Bila dalam membacanya tenggorokan anda tercekat, napas anda
mulai ngos-ngosan, maka ada sesuatu yang salah dalam karya anda. Bukan
materinya, tapi pada kemampuan anda menyelematkan pembaca dari kecelakaan
kehabisan napas ketika membaca tulisan bermuatan ide besar anda.
Biasanya, seorang penulis akan menggunakan tanda baca
sebagai pembentuk rangkaian intonasi dalam tulisan dan kalimat-kalimat hebat
yang lahir dari kecerdasan akal pikiran. Menggunakan tanda baca koma (,)
sebagai penanda tekanan. Tapi bila anda lupa, dan menyusun kalimat yang
panjang, dipastikan pembaca anda akan mengumpat karena butuh tindakan medis
kalau meneruskan bacaannya.
Bila anda tidak percaya, lihat (jangan baca) kalimat di
bawah ini:
“Aku mencintaimu seolah seperti ketika pungguk meratapi takdirnya yang
selalu saja tidak mampu menggapai rembulan di keremangan malam yang dingin
membeku diikuti nyanyian jangkrik seolah menyindir tentang kesendirian yang
terus ada sejak dulu saatku masih dalam masa muda.”
Kalimat itu sebenarnya indah. Menceritakan tentang seseorang
yang mencintai, tapi seperti pungguk merindukan rembulan di keremangan malam.
Ia sendirian, malah disindir nyanyian jangkrik di kegelapan. Miris bukan? Tapi
lebih miris akibat membaca kalimat panjang tanpa tanda baca.
Lalu bagaimana sebaiknya menulis kalimat dalam sebuah karya tulis? Berikut tips yang bisa anda coba, dan akan menjadikan anda seorang penulis yang berempati pada kondisi kesehatan organ pernapasan pembaca setia anda.
- Tulis saja kalimat pendek. Tidak perlu panjang.
- Gunakan tanda baca koma (,) bila memang harus menuliskan kalimat sedikit panjang. Tapi jangan terlalu boros menggunakan tanda baca satu ini. Cukup satu koma (,) dalam satu kalimat.
- Perhatikan diksi yang kemungkinan berulang. Hapus dan gunakan diksi pengganti yang lebih mengena;
- Perbanyak khasanah kosa kata dalam tulisan anda. Jangan gunakan kosa kata yang itu dan itu saja dalam setiap paragraf.
- Bentuk tipografi paragraf yang lebih indah. Tidak perlu memajang sebuah paragraf panjang tapi isinya tidak diminati pembaca;
- Jaga mood pembaca anda dengan ulasan menarik yang bisa dilakukan menggunakan cara-cara yang lebih estetis.
Demikian tips agar anda tidak menjadi pembunuh para pembaca
setia anda. Mereka adalah mitra kesuksesan anda sebagai penulis. Tanpa mereka,
anda bukanlah siapa-siapa. Selamat
mencoba!
Penulis: NITM
(Novelis, Pegiat Literasi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.