Anetry.Net – Setiap penulis, menginginkan hasil karya sempurna. Mulai dari konten yang disuguhkan, sampai pada tata bahasa yang digunakan. Semua serapi mungkin.
Ada penulis yang berupaya membaca ulang karya
berkali-kali setelah mengetik sekian lama di gawai. Dan setiap diulang,
ditemukan kesalahan tulisan, diksi yang kurang tepat, sampai pada paragraf yang
kurang berurutan.
Utak-atik. Ya, lagi dan lagi. Kadang malah membutuhkan
waktu panjang, hampir sama dengan masa yang dibutuhkan untuk menuangkan ide-ide
brilian itu. Tapi begitulah penulis, inginkan yang terbaik sehingga mau
berlama-lama melakukan pengecekan terhadap naskah.
Kita sebut pengecekan, karena penulis sebenarnya bukanlah
seorang editor. Penulis dan editor, seperti artikel yang beberapa waktu lalu
telah dimuat di media ini, adalah dua profesi yang jauh berbeda. Beda
keterampilan, dan beda cara kerjanya.
Seorang penulis perfeksionis sekalipun, bila melakukan
pengecekan atau lebih dikenal dengan istilah self-editing terhadap karyanya, dipastikan tidak akan berhasil
dengan baik. Bahkan bila hasil
penulisannya diprint-out dan dibaca
ulang untuk dimarking untuk
perbaikan, tetap saja tidak akan 100% berhasil dengan baik.
Mengapa demikian? Jawaban singkatnya adalah, semua isi
naskah itu ada dalam memori penulis. Di dalam memori tersebut tidak ada
kesalahan ketik, tidak ada kekurangan huruf dan tanda baca, semua sempurna.
Ketika penulis membaca ulang baik di layar monitor maupun
dalam bentuk print-out, maka
sebenarnya yang membaca adalah memorinya yang sempurna tanpa cacat. Karena itu
akan sulit menemukan kesalahan ketikan, dan kekurangan lain.
Hal ini berlaku pada penulis tunggal maupun penulis
bersama. Karena masing-masing mereka sudah membentuk naskah perfect dalam memori, maka
dibutuhkan pihak lain sebagai editor. Di
sinilah fungsi utama seorang editor yang dengan pengetahuan serta
keterampilannya mampu melihat dimana kesalahan dan kurangsesuaian naskah.
Jadi tidak mungkin seorang penulis memaksakan diri untuk
menciptakan naskah sempurna dengan mengambil alih tugas seorang editor. Self-editing itu penting, tapi hanya
pada tahap awal saja. Untuk menyempurnakannya, maka harus diserahkan penuh
kepada ahlinya; editor.
Selanjutnya, adakah seorang penulis yang juga memiliki
keterampilan editing? Jawabannya, sangat banyak. Rerata, penulis-penulis di
zaman milenial ini telah memiliki keterampilan editing dengan baik. Tapi tidak
berlaku pada karya tulisnya sendiri.
Analogi sederhananya adalah, tukang cukur rambut tidak
dapat mencukur rambutnya sendiri. Bila ia paksakan, maka hasilnya akan gagal
dan tidak memuaskan. Sama seperti seorang tukang pijat senior yang tidak mampu
memijat dirinya sendiri, butuh sentuhan pijatan dari pemijat lain.
Jadi jangan berharap semua tulisan yang anda tulis dapat
sempurna hanya dengan tahapn self-editing.
Semua ada ranahnya, ada bidangnya. (*)
Penulis: NITM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.